Kajian Prosa Fiksi dan Drama II Kuliah Ke-2 ttg Strukturalisme Genetik

Oleh: Jabrohim | 26 Februari 2010

Muhammadiyah dan Lima Lingkaran Komunikasi

Baca Selengkapnya..

Oleh: Jabrohim | 7 Februari 2010

Penyusunan Karya Ilmiah (Kompilasi)

file:///D:/MATERI%20SMAN%201%20MUNTILAN.ppt

Oleh: Jabrohim | 19 Januari 2010

Persada Studi Klub

KETERLIBATAN ANAK MUDA BANTUL

DI PERSADA STUDI KLUB

Oleh: Jabrohim

Berangkat dari Keprihatinan

Lingkungan hidup saya di dusun kebanyakan keluarga Nahdliyin. Di situ ayah yang warga Muhammadiyah dilahirkan dan bertempat tinggal. Semen-tara itu, ibu saya berasal dari keluarga Nahdliyin. Tidak ada persoalan dalam keluarga saya meskipun kedua orang tua saya menganut paham yang berbeda. Sebagai suami istri, keduanya harmonis dan tidak ada percekcokan dalam hal paham beragama ini. Tidak demikian halnya kehidupan dan pergaulan di dusun saya. Antara warga Nahdliyin dan Muhammadiyah selalu saja ada permasalahan.

Baca Selengkapnya..

Oleh: Jabrohim | 10 Maret 2009

Penyuntingan Kuliah Ke-2

Penyuntingan: Kuliah Kedua

Pilihlah dengan memberi tanda centang atau contreng pada kolom di depan penulisan yang benar atau tanda silang pada kolom di depan penulisan yang salah!

menjawakan bahasa Indonesia

jambu Bangkok

Madu Arab

Jawa Tengah

Gusti Bandara Pangeran Harya disingkat GBPH

Gusti Bandara Pangeran Harya disingkat G.B.P.H.

Pater disingkat Pr.

Jalan disingkat Jl.

SD SMP SMA UGM

S.D. S.M.P. S.M.A. U.G.M.

M.H. M.A. M.M. M.B.A.

MH MA MM MBA

kg ha ml

Rp. Mag. Cu. cm.

Drs. Ir.

da. sd.

kilovolt-ampere disingkat KVA

trinitrotoluene disingkat T.N.T.

loco citato disingkat loc. cit

yang akan datang disingkat y.a.d.

Kyai Haji Muhammad Hadi disingkat K.H.M. Hadi

Kyai Haji Muhammad Hadi disingkat KHM Hadi

Karena kakinya sakit, ia tidak masuk kerja.

Saya tidak akan pergi, kalau hujan tidak reda.

Apapun yang dikatakan aku tidak peduli.

Apa pun yang dikatakan aku tidak peduli.

Ke-Indonesiaan mereka tidak diragu-kan lagi.

Setelah dicari disana-sini barang itu ditemukan.

Ali lebih kecil dari pada Hasan.

Amir lebih kecil dari Hasan ?

Setelah Anda mengerjakan soal-soal di atas, berilah penjelasan Anda mengenai alas an pilihan Anda itu! Jika soalnya sejenis, Anda dapat mengelompokkan dalam jawaban yang sudah Anda berikan penjelasan.

RELASI SINTAGMATIK DAN PARADIGMATIK

NOVEL SIKLUS KARYA MOHAMMAD DIPONEGORO

Oleh: Jabrohim

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Suatu hal yang tidak dapat dimungkiri ialah bahwa di samping ilmu pengetahuan dan teknologi, seni – termasuk di dalamnya adalah seni sastra – juga diakui memiliki peranan yang besar dalam meningkatkan kesejahteraan hidup suatu bangsa dan negara. Zen (1984: 11) menyatakan bahwa melalui kesenian, manusia mencari identitas dirinya. Dalam kaitan ini, unsur-unsur estetik yang diperoleh melalui kesenian merupakan pelengkap kehidupan yang mutlak. Beragam makna yang tersaji dalam karya seni dapat dimanfaatkan secara praktis dan pragmatis bagi kehidupan, baik pada sifat yang etis, terapis, kritis, maupun konseptualis (Spegele, 1974).

Sebagai salah satu sektor aktivitas kultural, sastra tentu saja memiliki jenjang-jenjang kehidupan intelektual. Pada dasarnya kehidupan intelektual dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok pencipta atau kelompok produktif, kelompok kritikawan atau kelompok reproduktif, dan kelompok penerima budaya tinggi atau masyarakat umumnya (bandingkan dengan Shils dalam Hartoko, 1980:26-30). Dalam kenyataannya ketiga kelompok ini dapat dapat saling mengisi dan posisinya pun dapat overlaping. Akan tetapi, yang jelas keberadaan ketiga kelompk tersebut sangat diperlukan dalam kehidupan sastra yang sehat, di samping memiliki peranan yang sama pentingnya dalam memajukan kesastraan suatu babngsa.

Dalam perspektif yang lebih realistik lagi, dapat dikatakan bahwa kehidupan sastra suatu bangsa akan mencakup sektor penciptaan yang melibatkan para sastrawan pencipta, sektor penelitian atau pengamatan yang melibatkan para peneliti dan pemawas, dan sektor penikmatan yang melibatkan para pembaca dan pendengar karya-karya sastra. Dalam konteks ini, pengajaran sastra – terutama di perguruan tinggi yang memiliki jurusan sastra – termasuk menjadi bagian dari sektor penelitian. Hal ini dapat dipahami apabila diyakini bahwa antara kegiatan penelitian di satu pihak dan kegiatan pengajaran di pihak yang lain terdapat jalinan yang sangat erat yang sangat sulit dipisahkan. Penelitian sastra adalah “dapur” pengajaran sastra (Sayuti, 1987). Oleh karena itu, pengajar sastra di perguruan tinggi merupakan anggota kelompok intelektual reproduktif – di samping ada beberapa orang yang merangkap “jabatan” sebagai kelompok produktif, yakni para pengajar sastra yang juga sastrawan –; sedangkan para mahasiswa merupakan kelompok penerima budaya tinggi.

Sektor penciptaan akan hidup subur apabila hasil kreasi para sastrawan mendapat sambutan yang selayaknya dari para penikmat. Dalam hubungan ini, peningkatan penikmatan suatu karya sastra dalam rangka penghayatannya secara keseluruhan – yang juga pada gilirannya dapat dilaksanakan melalui pengajaran –, para penikmat sering memerlukan semacam “resep” dari para pemawas sastra. Dalam perspektif inilah penelitian-penelitian terhadap karya sastra menjadi semakin tampak peranannya.

Akan tetapi, uraian di atas berangkat dari sebuah pengandaian bahwa sektor-sektor kesastraan masing-masing berjalan baik dan seimbang. Kenyataannya, tidaklah selalu identik dengan yang diandaikan. Sejak kira-kira tahun 1950-an, kondisi dan situasi pengajaran sastra kita hampir selalu menjadi keluhan berbagai pihak karena tidak memenuhi harapan. Terdapat sejumlah besar permasalahan yang perlu mendapat penanganan dengan segera. Langkanya penelitian sastra yang dapat dijadikan sumber bagi pelaksanaan pengajaran yang dilakukan pengajar sastra merupakan satu hal mendesak, di samping kemampuan meneliti yang juga sangat terbatas (Sayuti, 1987). Hal ini memperkuat alasan mengapa para pengajar sastra sering tidak dikategorikan dalam kelompok intelektual reproduktif. Kalaupun para pengajar sastra dikategorikan dalam kelompok intelektual reproduktif, sesungguhnya merupakan pengkategorian yang semu karena adanya anggapan bahwa para pengajar sastra “sekedar menengadahkan tangan” untuk meminta hasil-hasil penelaahan yang dilakukan oleh para kritikus sastra. Pada gilirannya, hasil-hasil telaah para kritikus tersebutlah yang dijadikan bahan pengajaran yang dilaksanakan.

Keadaan seperti dilukiskan di atas tentu saja sah adanya. Akan tetapi, moral intelektual tentu akan menuntut hal yang lain. Pemahaman terhadap sejumlah permasalahan yang ada berikut sejumlah kerangka teoritik yang dapat dijadikan sarana mengatasi seharusnya dilakukan terus-menerus. Dengan demikian, usaha-usaha mengkambinghitamkan pihak lain pun dapat dihindarkan. Salah satu cara yang paling baik yang dapat ditempuh oleh para pengajar sastra ialah melaksanakan penelitian yang terkait dengan bidang yang diembannya. Demikian pula halnya dengan penelitian sastra yang dilakukan ini, yakni penelitian terhadap novel Siklus karya Mohammad Diponegoro dengan memfokuskan diri pada relasi sintagmatik dan paradigmatik cerita. Melalui penelitian ini diharapkan akan memperoleh suatu pemahaman yang jelas terhadap makna yang tertuang dalam konfigurasi novel secara keseluruhan. Pada gilirannya, hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dijadikan bahan pengajaran sastra yang memiliki validitas tinggi karena diperoleh dari pengamatan yang empirik.

B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Seperti telah dikemukakan di bagian latar belakang permasalahan bahwa penelitian ini dilakukan terutama sekali didorong oleh alasan yang terkait dengan dunia pengajaran sastra di perguruan tinggi. Artinya, pelaksanaan penelitian sastra secara berkesinambungan yang dilakukan oleh para pengajar sastra di perguruan tinggi akan menunjukkan derajat perguruan tinggi sebagai eksponen kultural yang menjalankan peranan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, tujuan umum penelitian ini ialah memberikan masukan yang bersifat empirik – berupa hasil penelitian – bagi dunia pengajaran sastra sebagai suatu bahan yang layak dipertimbangkan. Tujuan utama tersebut akan dicapai melalui tujuan-tujuan khusus penelitian yang mencakup: (1) Pemerian sintagmatik cerita, yang meliputi urutan peristiwa dan fungsi-fungsi utama dalam rangka pemahaman alur dan pengaluran; (2) Pemerian paradigmatik cerita, yang meliputi indeks utama tokoh dan penokohan serta dalam rangka pemahaman latar dan pelataran. Dengan demikian, muara akhir penelitian pun akan tercapai, yakni pemahaman makna novel yang terjelma dalam struktur secara keseluruhan.

Kegunaan penelitian ini dapat dipahami dari berbagai segi, antara lain (1) Pengembangan kesastraan nasional (Halim, 1975); (2) Pengembangan kebudayaan nasional (Halim, 1975); (3) Perencanaan, pengarahan, dan ketentuan lain dalam rangka pengolahan keseluruhan masalah sastra (Ali, 1975); (4) Mata rantai pola kebijaksanaan Politik Bahasa Nasional (Halim, 1975); (5) Perencaan, pembinaan, dan pengembangan bidang pengajaran sastra (Saad, 1975) sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional; (6) Peningkatan mutu pengajaran sastra-prosa, khususnya di tingkat pendidikan ysng menghasilkan guru-guru bahasa dan sastra Indonesia di tingkat sekolah menengah; (7) Upaya menggali puitika khas Indonesia yang dilakukan antara lain dengan cara mencobakan perangkat-perangkat teoritik puitika Barat sebanyak-banyaknya terhadap karya-karya sastra Indonesia (Sastrowardoyo, 1987; Wardhana, 1987; Pradopo, 1987; Hoerip,1987; Soemanto, 1987; Faruk, 1987).


BAB II

STUDI KEPUSTAKAAN

A. Deskripsi Teoretik

Novel pada hakikatnya adalah suatu cerita. Cerita, menurut Barthes (via Ziamar, 1975: 5) adalah sebuah kalimat yang besar, seperti setiap kalimat konstantif juga merupakan gambaran kasar dari suatu cerita kecil.

Cerita atau novel juga merupakan sebuah wacana. Dalam suatu wacana, kata-kata muncul secara berurutan. Linearitas bahasa tidak memberikan kemungkinan terhadap dua unsur bahasa diucapkan sekaligus. Oleh karena itu, yang ada ialah kombinasi. Kombinasi unsur-unsur yang berdasarkan urutan ini disebut sintagma. Oleh karena itu, hubungan atau relasi sintagmatik adalah hubungan unsur-unsur kebahasaan yang muncul dalam satu urutan sesuai dengan linearitas bahasa (Saussure via Zaimar, 1975: 5).

Di luar wacana, kata-kata yang memiliki salah satu segi persamaan dapat berasosiasi dalam pikiran. Dengan demikian, terbentuklah kelompok kata-kata yang memiliki hubungan berbeda-beda. Hubungan jenis terakhir ini sangat berbeda dengan jenis hubungan yang disebut terdahulu. Hubungan jenis ini disebut hubungan paradigmatik. Hubungan paradigmatik berada dalam pikiran, merupakan kemampuan pribadi seseorang dalam memakai bahasa (Saussure via Zaimar, 1975: 6). Oleh Saussure sendiri hubungan ini disebut hubungan asosiatif, sedangkan yang menyebut hubungan paradigmatik adalah Martinet (Ibid.). Biasanya, hubungan sintagmatik dikemukakan dengan rangkaian unsur bahasa secara horisontal, sedangkan hubungan paradigmatik secara vertikal, demikian menurut Martinet. Hubungan sintagmatik merupakan hubungan yang benar-benar muncul dalam suatu urutan, sedangkan hubungan paradigmatik hanyalah hubungan antara unsur-unsur yang memiliki kemungkinan untuk muncul dalam konteks yang sama. Oleh karena itu, dapat pula dikatakan bahwa hubungan yang pertama disebut hubungan in presentia, sedangkan yang kedua disebut hubungan in absentia.

Todorov (1985, 126; Zaimar 1984) mengemukakan dua aspek yang perlu diteliti dalam suatu karya dalam rangka pemahamannya, yaitu aspek cerita dan aspek penceritaannya (historis dan discours). Cerita adalah serangkaian peristiwa lengkap dengan tokoh-tokohnya yang dikemukakan dalam suatu wacana. Ada seorang pencerita yang mengisahkan dan ada pula penerimanya. Dalam tataran ini, bukan lagi peristiwa-peristiwa yang menjadi objek penelitian, melainkan cara si pencerita mengemukakannya (Todorov, 1985: 126; Zaimar, 1979: 7).

Sementara itu, menurut Barthes (via Zaimar: Ibid.) dalam suatu karya naratif terdapat tiga tataran, yaitu (1) tataran fungsi-fungsi; (2) tataran tindakan; dan (3) tataran penceritaan. Masing-masing tataran terikat satu sama lain sesuai dengan cara berintegrasi yang progresif. Artinya, bahwa suatu fungsi hanya memiliki arti apabila ia mendapat tempat dalam tindakan umum yang dilakukan oleh actant, dan tindakan ini pun baru memperoleh arti apabila diceritakan, dimasukkan dalam suatu wacana yang memiliki kode tersendiri.

Uraian teoritik di atas menunjukkan bahwa baik Barthes maupun Todorov tampak bertolak pada konsep teoritik ilmu bahasa, walaupun hal itu tampak eksplisit hanya pada Barthes. Konsep teoritik tersebut tampak jelas dalam pemberian tataran fungsi-fungsi, yang perwujudannya dalam telaah berupa relasi sintagmatik dan paradigmatik. Pengertian fungsi itu sendiri, Barthes menjelaskan sebagai satu korelasi satuan isi, yakni kemampuan suatu satuan isi untuk berkorelasi dengan satuan isi lainnya (Zaimar, 1978: 9).

Selanjutnya, fungsi yang berupa unsur-unsur yang mempunyai hubungan sintagmatik dibedakan menjadi dua kategori, yaitu (1) fungsi-fungsi utama dan (2) katalisator. Yang pertama merupakan tulang punggung cerita, yang memiliki hubungan kronologis dan logis. Sedangkan yang kedua merupakan unsur-unsur yang hanya berperan melengkapi. Katalisator hanya dapat memiliki hubungan kronologis saja antara satu dengan lainnya, dan biasanya terdapat pada urutan peristiwa.

Unsur-unsur yang memiliki hubungan paradigmatik bersifat integratif (Zaimar, 1979: 9). Unsur-unsur itu tidak mengacu pada suatu tindakan pelengkap atau suatu akibat. Akan tetapi, unsur-unsur tersebut akan mengacu pada suatu konsep yang kurang lebih menyebar. Walaupun demikian, unsur-unsur tersebut sangat penting bagi makna cerita. Oleh karena itu, unsur tersebut dapat dikatakan mencakup semua indeks, misalnya tentang sifat tokoh, identitasnya, ataupun mengenai suasana. Barthes membagi atau membedakan indeks menjadi dua kategori, yakni (1) indeks utama dan (2) informan (Zaimar, Ibid.). Indeks utama menerangkan sifat-sifat tokoh, identitasnya, perasaannya, sifatnya, filsafatnya, dan lain sebagainya. Sedangkan informan menjelaskan tentang waktu dan tempat. Indeks biasanya bersifat implisit sehingga perlu diuraikan, sedangkan informan umumnya dinyatakan secara eksplisit.

Konsep teoritik yang sudah dikemukakan tersebut umumnya memang menjadi titik tolak telaah teks sastra secara struktural. Oleh karena itu, pandangannya terhadap novel sebagai struktur yang koheren tidak jauh berbeda dengan pandangan-pandangan yang dikemukakan oleh Wellek dan Warren (1956); Kenney (1966); Stanton (1968); dan Culler (1977) atau Boulton (1977) misalnya. Kesimpulannya, karena novel merupakan sebuah struktur, untuk memahaminya atau merebut maknanya sebagai tugas utama peneliti atau pembaca (Teeuw, 1983), perlu dilaksanakan analisis terhadap elemen-elemen konstitutif novel itu. Relasi sintagmatik dan relasi paradigmatik perlu di-decoding secara struktural supaya dapat diperoleh kejelasan cerita itu sendiri dan maknanya. Dengan demikian, penelitian dan penempatan karya yang diteliti dapat dilakukan sewajar-wajarnya dengan menghindarkan diri dari like dan dislike sejauh-jauhnya dari peneliti.

B. Penelitian yang Relevan

Walaupun penelitian yang telah dilaksanakan dengan mendasarkan diri benar-benar pada pembongkaran sintagma dan paradigma cerita masih jarang, penelitian yang secara embrional memngarah pada hal itu sudah relatif banyak. Dalam hubungan ini, dapat disebutkan sejumlah penelitian yang telah dilaksanakan dalam rangka kerja sama dengan Pusat Bahasa, misalnya “Aspek yang Terkedepankan dalam Cerpen-cerpen Danarto” (Prihatmi, 1978); “Jaringan Penokohan dan Pengaluran dalam Pulang Karya Toha Mochtar” (Prihatmi, 1979); “Pergolakan Karya Wildan Yatim” (Rustapa, 1978); “Hubungan Sintagmatik dan Paradigmatik dalam Tiga Novel Iwan Simatupang: Merahnya Merah, Ziarah, dan Kering Suatu Studi Perbandingan” (Zaimar, 1979), dan sebainya.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Karakteristik Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah sebuah novel karya Mohammad Diponegoro, seorang sastrawan yang sebagian besar hidupnya dihabiskan untuk mengelola majalah Suara Muhammadiyah, yang berjudul Siklus. Novel ini diterbitkan oleh Badan Penerbit PUSTAKA JAYA – Yayasan JAYA RAYA, Jakarta. Cetakan pertama tahun 1975. Sampul depan dihiasi gambar karya Sriwidodo, sedangkan sampul belakang berisi biografi singkat pengarang berikut potretnya. Panjang buku novel ini 13 cm, sedangkan lebarnya 21 cm; berisi 176 halaman.

Novel Siklus dipilih sebagai sasaran penelitian di samping karena strukturnya yang menarik karena berbeda dengan novel-novel konvensional lainnya terutama dalam hal relasi sintagmatiknya, juga karena posisi Mohammad Diponegoro sebagai sastrawan kelompok intelektual produktif yang tidak dapat diabaikan bgitu saja.

B. Pengumpulan Data

Di dalam pengumpulan data untuk keperluan analisis keseluruhan novel guna memperoleh maknanya diperlukan kartu data. Kartu data ini dipergunakan mengidentifikasi sintagma dan paradigma cerita. Pertama sekali novel dibaca dan diamati, kemudian diidentifikasi urutan peristiwanya sebagai sintagma. Peristiwa-peristiwa itu didaftarkan sejalan dengan linearitas cerita sehingga akan tampak teknik-teknik penceritaan yang dipakai pengarangnya, misalnya progresif ataukah regresif. Setelah identifikasi sintagma cerita selesai, pembacaan dan pengamatan diulangi guna mengidentifikasi indeks utama tokoh dan informan cerita. Tokoh yang diidentifikasi indeksnya terbatas pada tokoh utama dan tokoh bawahan yang memiliki relasi koheren dengan tokoh utama peristiwa.

C. Analisis Data (Pembahasan Keseluruhan)

Data-data tentang sintagmatik dan paradigmatik cerita yang sudah teridentifikasi kemudian dianalisis dan dibahas secara bersama-sama kerana sesuai dengan kerangka teori yang menyatakan bahwa novel pada hakikatnya merupakan sebuah struktur yang koheren. Tataran pertama memilahkan peristiwa-peristiwa yang menduduki fungsi-fungsi utama dalam membentuk alur cerita, dan yang menduduki sebagai katalisator saja. Kemudian, dianalisis indeks utama dan informan dalam rangka memperoleh kejelasan makna novel secara keseluruhan.

Uraian tersebut menunjukkan bahwa penelitian ini menggunakan metode penelitian yang khas, yang sering dipergunakan dalam penelitian-penelitian sastra yang bersifat tekstual. Jadi, metode penelitian yang dipergunakan hampir berbeda sama sekali dengan metode-metode yang dipakai dalam penelitian-penelitian ilmu sosial yang cenderung bersifat statistik karena yang menjadi subjek penelitian ini adalah teks sastra. Metode yang dipakai di sisni lazimnya disebut metode verstehen atau metode pemahaman-interpretatif atau metode hermeneutik. Oleh karena itu, penelitian ini secara metodologis bersifat deskriptif. Data-data yang terjaring dikemukakan apa adanya. Sesuai dengan kerangka teori yang dipakai sebagai acuan, analisis terhadap data-data – yang berupa himpunan sintagma dan paradigma cerita – dilakukan dengan metode struktural. Metode struktural merupakan suatu cara analisis karya sastra yang dimulai dengan mempelajari hubungan unsur-unsur struktur guna menemukan maknanya. Setelah makna dipahami, kemudian dibuat berbagai interpretasi dalam kaitannya dengan dunia alamiah atau dunia sosial budaya yang merupakan konteks karya yang bersangkuatan (Becker, 1973: 3-4).


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan disajikan hasil penelitian dan pembahasannya. Pertama sekali akan diperikan sintagma cerita yang berupa urutan peristiwa dalam novel yang diteliti dan paradigma cerita yang berupa indeks utama dan informan. Baru pada bagian berikutnya data-data tersebut akan dibahas (dianalisis).

A. Hasil Penelitian

1. Urutan Peristiwa dalam Siklus

001. Amir tertembak. Busrodin menolongnya dengan memasukkan Amir ke lubang perlindungan (inf: dalam peperangan).

002. Amir melihat kalung yang terbuat dari bahan seperti daging, berukirkan topeng hantu yang mengerikan, dan matanya memancarkan sinar kebengisan; menggelantung di leher Busrodin.

003. Amir mempertanyakan asal-usul kalung topeng. Busrodin menjelaskan.

003.1 Busrodin memperoleh kalung jimat itu dari seorang serdadu Grkha yang terbunuh di Surabaya.

003.2 Mayat serdadu tersebut membusuk dan wajahnya hitam mengerikan.

004. Busrodin keluar dari lubang perlindungan untuk melindungi Amir (inf: dari atas lubang).

005. Busrodin terlibat baku tembak.

006. Amir memanggil-manggil Busrodin.

007. Amir keluar (indeks: dengan susah payah) dari lubang.

008. Amir mendapatkan tubuh Busrodin yang sudah tak bernyawa. Wajah Busrodin persis dengan wajah topeng hantu, sangat mengerikan.

009. Amir memungut kalugn jimat Busrodin.

010. Amir merasakan wajah topeng itu memandang padanya seperti sedang berbicara dengan isyarat. Amir pusing, kemudian pingsan.

011. Amir menjdai seorang pejabat penting di Depdikbud (inf: sekarang, 24 tahun sesudah perang).

012. Amir mengunjungi Taiwan.

013. Amir menerima telpon dari John Fletcher di Hotel.

014. Amir menanyakan Susan (istri John Fletcher) via telpon.

015. John Fletcher mengundang Amir ke rumahnya. Susan tak ada di rumah.

016. John Fletcher menceritakan diri dan istrinya, Susan:

016.1 Susan merencanakan cerai dengan John Fletcher.

016.2 Susan berhubungan cinta dengan seorang muda yang tampan dan kaya-raya.

017. Amir menjanjikan diri memenuhi undangan John Fletcher.

018. Amir mengenangkan masa lalunya, tentang John Fletcher.

018.1 Amir mengenal John Fletcher dan istrinya ketika John Fletcher menjadi mahaguru di Jakarta.

018.2 John Fletcher mengadakan penelitian di Pulau Nias, di samping mengajar.

018.3 John Fletcher sangat kagum pada Indonesia dan menganggap negeri ini sebagai musium yang hidup.

018.4 Susan mengkritik pedas pendapat suaminya.

018.5 John Fletcher tersinggung dan malu.

018.6 Amir menengahi suami istri itu.

018.7 Amir datang ke rumah John Fletcher (ini: suatu hari ketika John Fletcher akan berangkat ke Pulau Nias).

018.8 Amir hanya bertemu dengan Susan karena John Fletcher sudah berangkat.

018.9 Amir terlibat hubungan asmara dengan Susan waktu itu dan seterusnya hingga John Fletcher pulang dari penelitiannya.

018.10 John Fletcher dan istrinya, Susan, meninggalkan Indonesia.

019. Amir meletakkan telpon lalu merebahkan diri di tempat tidur.

020. Amir mencari-cari nomor telpon John Fletcher tetapi tidak ketemu.

021. Amir menerima telpon dari John Fletcher bahwa ia akan dijemput John Fletcher.

022. Amir mengetahui bahwa Susan pergi ke Fengkong dari John Fletcher.

023. Amir merasa kecewa.

024. Amir membuka kopor untuk ganti pakaian.

025. Karena terburu-buru, kalung jimatnya terkait kunci kopor.

026. Amir berusaha melepaskan kalung itu dari kunci kopor.

027. Amir merasa ngeri karena kalung topeng hantu itu bergerak-gerak dan ia tidak bisa menghindarkan diri dari sorotan mata topeng hantu tersebut.

028. Amir dijemput oleh John Fletcher. Mereka saling berjabat tangan penuh kerinduan.

029. John Fletcher menceritakan bahwa bukunya sudah rampung dan sudah di tangan penerbit.

030. (inf: sesampai di rumah John Fletcher) Amir mengagumi rumah John Fletcher.

031. John Fletcher memamerkan beberapa lukisan Cina modern kepada Amir.

032. Sebuah lukisan akuarel jatuh, dan kaca piguranya pecah.

033. Amir membersihkan pecahan kaca dan memungut lukisannya, dan ketika itu kalung jimat topeng hantuunya tersembul dari baju.

034. John Fletcher menhawasi dada Amir.

035. John Fletcher mempertanyakan perihal kalung.

036. Amir melepas kalungnya dan memberikan kepada John fletcher yang ingin mengamati (indeks: John adalah seorang kolektor dan seorang antropolog sekaligus).

037. John Fletcher meneliti kalung dan menyimpulkan bahwa kalung itu berasal dari Afrika. John Fletcher sangat gembira.

038. Amir menertawakan John Fletcher dan menceritakan asal-usul kalungnya.

038.1 Busrodin, kawan Amir, gugur.

038.2 Rantai kalung putus karena peluru, dan Amir memungutnya dari Busrodin, sebagai kenang-kenangan.

038.2.1 Amir masuk tentara sampai menjadi kapten.

038.2.2 Kemudian keluar (sesudah revolusi) dan meneruskan sekolah.

039. John Fletcher masuk ke ruang perpustakaan pribadinya untuk mengambil buku yang membicarakan benda semacam kalung tersebut. Amir mengikuti John Fletcher ke ruang buku.

040. John Fletcher menemukan buku yang dicarinya, berjudul The African Voodoo.

041. John Fletcher membuka-buka buku itu dan menunjukkan kepada Amir sebuah halaman yang memuat potert sebuah mainan kalung yang berukiran topeng hantu, mirip dengan kalung topengnya.

042. Amir memungut buku itu dan membuka-bukanya.

043. John Fletcher memberitahu bahwa buku itu menguraikan ilmu sihir di kalangan suku bangsa Afrika.

044. John Fletcher menjelaskan tentang pengaruh jahat jimat sepeti kalung topeng milik Amir. Pengaruh ieu membentuk siklus tersendiri. Pemiliknya bisa terbunuh atau sakit tak tersembuhkan.

045. Amir menertawakan John Fletcher kemudian memakainya kembali kalung itu.

046. Amir dan John Fletcher makan.

047. John Fletcher menceritakan istrinya, Susan.

047.1 Susan terlibat peristiwa dengan pemuda Cina yang bernama Ching. (indeks: Ching memiliki sebuah perusahaan, umurnya baru tiga puluh lima tahun, mendapat pendidikan di Berkeley, California).

048. Amir mempertanyakan rupa Ching.

049. John menjawab bahwa Ching mirip Amir.

050. Amir menertawakan John Fletcher dan terkenang masa lalunya.

050.1 Amir datang di kamar Susan (inf: waktu di Jakarta) ketika John sedang bekerja di Pulau Nias.

051. John Fletcher kembali menceritakan istrinya, dan kehidupan rumah tangga.

051.1 John Fletcher terkenal.

051.2 John Fletcher mengawini Susan.

051.3 Susan memperoleh kepuasan seks dalam beberapa tahun.

052. Amir kembali mempertanyakan Ching, dan John menjelaskan bahwa antara Amir dan Ching memang sama-sama tampan, hanya Ching kaya.

053. John Fletcher menerima telpon dari Darsono, kawan Amir.

053.1 Darsono baru datang dari Tokyo, sehabis mengunjungi seminar agama di kota itu.

053.2 Darsono ingin bicara dengan Amir.

053.3 Darsono ingin ketemu dengan Amir.

054. Amir menganyam peristiwa dalam pikirannya, sambil menduga-duga.

054.1 Darsono sangat penting bagi karier john.

054.2 Darsono lebih penting daripada Amir di mata John.

054.3 Darsono anak buah Amir di dinas militer.

055. John Fletcher mengajak Amir ke perpustakaan.

056. John Fletcher memamerkan naskah bukunya, dan menunjukkan halaman persembahan buku itu. Buku itu ditulis untuk Susan istrinya dan Amir sahabatnya.

057. Amir mempertanyakan kenapa bukan Darsono yang ditulis di situ.

058. Amir menerawangkan pikirannya.

058.1 Amir sangat berdosa kepada John karena John sangat menghormati Amir.

058.2 Amir mengunjungi kamar Susan ketika John Fletcher di Pulau Nias.

059. Amir berpamitan untuk pulang. John Fletcher akan mengantarkan.

060. Amir melihat topeng hantu di kalungnya berubah-ubah warna karena sorot lampu-lampu.

061. John Fletcher menyatakan keinginannya untuk membeli kalung Amir. Amir akan memikirkannya.

062. (inf: di hotel) Amir menerima nomor telpon Darsono dari resepsionis. Amir heran karena nomor telpon itu membentuk siklus 345-345.

063. Amir berjumpa dengan gadis Cina yang sangat cantik (indeks: gadis itu gadis panggilan, namanya Susan).

064. Amir bertelekan di tempat tidur sambil mengenang Susan, istri John Fletcher.

064.1 Susan pergi ke Fengkong bersama milyuner Ching.

064.2 Amir sakit hati karena tidak menemuinya atau menelponnya.

065. Amir bangun dan knecing, kemudian mengenang masa lalunya.

065.1 Amir kawin pada usia tiga puluh tahun, setelah keluar dari dinas tentara.

065.2 Amir dan istrinya, Sumilah, tidak punya anak setelah empat-lima tahun kawin.

065.3 Sumilah lari meninggalkan rumah bersama seorang mayor yang masih muda.

065.4 Amir teringat ketika (inf: dahulu) mengingatkan Sumilah.

065.4.1 Mayor itu berjasa kepada keluarga Sumilah.

065.4.2 Keluarga Sumilah tinggal di rumah Mayor (inf: di desa).

065.5 Amir (inf: malam itu) menyetubuhi babunya, Inah, seorang wanita yang pertama kali disetubuhinya selain istrinya.

065.6 Amir menyetubuhi Susan, istri John Fletcher.

066. Amir kembali tiduran sambil menyulam peristiwa dalam pikirannya.

066.1 John akan membeli kalungnya seharga lima ratus dollar.

066.2 Amir ingat Busrodin.

066.3 Amir ingat Darsono.

066.3.1 Amir tidak pernah tahu bila Darsono tidur dengan perempuan.

066.3.2 Amir mengaji di surau (inf: dulu).

067. Amir mencoba mengingat nomor telpon Darsono karena (inf: esoknya) ia akan menghubunginya.

068. Darsono menerima telpn dari Amir (inf: Darsono di rumah Dr. Leong Kum Choon). Mereka menjanjikan pertemuan.

069. Amir menceritakan rencana Susan dan John yang akan bercerai kepada Darsono.

069.1 Susan terlibat skandal seks dengan pemuda Ching.

069.2 Susan pernah terlibat skandal serupa dengan bangsawa Indonesia.

070. Amir terlibat pembicaraan dengan sopir taksi yang mengantarnya ke tempat konperensi.

071. Amir bertemu Susan (inf: gadis yang pernah dijumpainya dulu (indeks: Susan bertugas sebagai information desk di tempat konperensi). Amir berbincang-bincang dengan Susan, kemudian ia teringat masa lalu.

071.1 Amir sudah sering mengenal senyum macam senyum Susan di Jakarta, bandung, dan Medan (indeks: Susan adalah gadis yang lenjeh).

072. Susan memberi aspirin pada Amir. Amir membolos konperensi.

073. Amir tertidur di perjalanan pulang ke hotel.

074. Susan Fletcher ingin menemui Amir (inf: di tempat konperensi).

075. Susan Fletcher menelpon Amir.

076. Amir menerima telpn itu dikiranya dari Susan pelacur.

077. Mereka mengadakan perjanjian via telpon bahwa mereka akan saling bertemu di hotel tempat Amir menginap.

078. Susan Fletcher memberikan uang kepada resepsionis hotel.

079. Resepsionis hotel dikuntit oleh laki-laki misterius dan dipaksa untuk mengatakan orang yang ditelpon Susan Fletcher.

080. Narasimhan (indeks: peserta konperensi dari India) berusaha menolong Amir yang menurut perhitungannya berada dalam bahaya).

081. John Fletcher menemui Amir dan menanyakan perihal kalung. Amir semula menduga bahwa yang datang adalah Susan Fletcher.

082. Amir berusaha menemui Susan Fletcher, sementara John Fletcher berada di kamarnya.

083. Amir dan Susan Fletcher saling janji untuk bertemu di rumah kawan Fletcher. Amir dirangkul dan dicium Susan Fletcher. Amir sangat senang karena hal itulah yang telah lama dinantikannya.

084. Lelaki misterius tiba di hotel dan berusaha mendapatkan kamar Amir.

085. Lelaki misterius hanya mendapatkan John Fletcher yang sedang asyik membaca koran di kamar Amir. Ia mengancam dan menggeledah kamar Amir untuk mencari Susan Fletcher.

086. Amir berjumpa dengan Narasimhan. Narasimhan memberitahukan bahwa Amir terancam bahaya karena ada seorang yang menguntit Susan Fletcher.

087. Amir kembali bertemu John Fletcher di kamarnya, dan John Fletcher menceritakan peristiwa yang baru saja dialaminya, yakni digeledah dikira menyembunyikan wanita cantik. Mereka kemudian membicarakan kalung topeng hantu milik Amir.

088. Amir kembali mengenang masa lalunya.

088.1 Amir datang di kamar Susan ketika John pergi ke Nias.

088.2 Amir melepas kutang dan gaun Susan tatkala Susan sudah terbaring di ranjang.

088.3 Susan membuka baju Amir dan keduanya telanjang bulat.

088.4 Susan ketakutan pada kalung Amir dan meinta Amir untuk mencopotnya.

088.5 Amir datang lagi ke kamar Susan tak memakai kalung, dan seterusnya setiap saat dia meniduri Susan kalungnya ditinggal di rumah.

089. Dengan berat hati Amir melepas kalungnya diberikan kepada John Fletcher yang mau membayar tujuh ratus lima puluh dollar. Ketika itu Amir teringat Busrodin.

090. Amir kembali ke kamar hotelnya. Ingin menelpon Susan, tetapi tidak jadi.

091. Amir terlibat pembicaraan dengan teman-temannya berkonperensi; mereka membicarakan nasib Amir yang katanya dalam bahaya. Kemudian, Amir meninggalkan kerumunan kawan-kawannya.

092. Amir berusaha menelpon Susan, tetapi Susan tak ada di rumah kawannya yang bernama Lily.

093. Amir pergi menonton film.

094. Amir kembali ke kamarnya setengah mabuk setelah minum wiski di bar, bahkan membawa sebotol ke kamarnya. Amir tidur pulas.

095. Ketika Susan terbangun (inf: di rumah Lily, esoknya), Lily menceritakan bahwa Amir telah menelpon (inf: tadi malam). Susan menelpon Amir (inf: pagi itu).

096. Amir menerima telpon, dikiranya telpon dari Susan pelacur. Amir dan Susan Fletcher saling berjanji untuk bertemu.

097. John Fletcher, Dr. Leong Kum Choon, dan Dr. Darsono terlibat dalam suatu pembicaraan kebudayaan (inf: di rumah John Fletcher pada suatu hari).

098. Ketika Darsono menanyakan Susan, John Fletcher menjelaskan bahwa antara ia dan istrinya sedang dalam kesulitan.

099. Ketika Leong Kum Choon sedah mendahului pulang, Darsono dan John Fletcher terlibat pembicaan tentang kalung Amir yang dibeli John Fletcher. Kemudian John Fletcher menceritakan tentang kalung itu dan menunjukkannya kepada Darsono.

100. Darsono menggigil karena dirasakannya kalung itu hidup dan bernyawa: matanya bersinar aneh.

101. John Fletcher kembali mengatakan bahwa dirinya sedang menyiapkan suatu buku yang membahas misteri siklus dalam kalung topeng hantu itu.

102. Setelah John Fletcher mengatakan rencananya akan pergi ke Afrika tanpa Susan istrinya, John Fletcher dan Darsono pergi makan siang.

103. Amir terlibat pembicaraan dengan teman-temannya ketika sidang (inf: siang itu) usai. Mereka membicarakan Punzalan, salah seorang kawan di konperensi.

104. Amir pergi meninggalkan tempat sidang, tetapi dia merasa dikuntit lelalki misterius. Ia ke kantor polisi dan mengajak makan seorang polisi.

105. (inf: di tangga naik hotel) Amir mengganggu seorang gadis, dan karena gadis itu menolaknya, Amir memukul gadis itu.

106. Amir kembali ke kamarnya. Bahu kirinya terasa saki-sakit kemudian ia ingat masa lalunya.

106.1 Amir ingat Busrodin.

106.2 Amir membeli mebel dengan uang kantor.

107. Amir berpikir tentang dosa-dosa yang telah dibuatnya berikut tentang hukum karma.

108. Dr. Darsono kecewa karena Amir tidak memenuhi janjinya untuk makan bersama (inf: malam itu). Akhirnya Darsono menuliskan pesan untuk Amir dan dititipkan kepada resepsionis.

109. Amir menemui Susan Fletcher di rumah Lily. Mereka membicarakan peristiwa-peristiwa yang baru saja berlalu, tentang lelaki misterius (indeks: orang suruhan Ching) yang menguntitnya.

110. Susan Fletcher menceritakan bahwa dirinya telah bentrok dengan Ching, dan juga menceritakan tentang John Fletcher.

110.1 Susan jatuh cinta kepada Ching karena wajah Ching mirip sekali dengan wajah Amir.

110.2 Susan telah tidur dengan beberapa lelaki (inf: di Amerika, di Eropa, di Afrika, di Indonesia).

110.3 Susan dan Ching merencanakan kawin karena John Fletcher selalu tenggelam dalam pekerjaannya sebagai kolektor dan antropolog.

110.4 Susan pergi ke Fengkong.

110.5 Istri Ching sedang sakit di Fengkong.

110.6 Susan kembali ke Taipeh dan sembunyi di rumah Lily. Ia menduga bahwa Ching pasti mengirimkan orang-orang tertentu.

111. Amir dan Susan bersetubuh (inf: malam itu, di rumah Lily) seperti dilakukannya ketika mereka di Jakarta.

112. (inf: pagi harinya) Amir dan Susan kembali melakukan persetubuhan. Susan memutuskan untuk kembali pada suaminya, John Fletcher. Amir tersinggung dan meninggalkan Susan.

113. Amir membaca berita koran (inf: setelah kembali ke hotelnya) yang mengungkapkan bahwa Punzalan (indeks: teman dalam konperensi yang wajahnya mirip Amir) meninggal dunia. Amir merasa sangat berdosa karena kematian Punzalan seolah-olah menggantikan kematiannya.

114. Amir membaca surat dari Darsono yang diterimanya (indeks: Amir merasa tersindir).

115. Amir menjumpai semua ruang sidang di gedung konperensi kosong karena semua peserta melayat Punzalan.

116. Amir pergi melayat Punzalan, tetapi di tempat pelayatan itu ia histeris. Amir disuntuk bius lalu dikirim ke kamar hotelnya.

117. John Fletcher menerawangkan pikirannya (inf: pukul sepuluh malam, di kamar).

117.1 Susan, istrinya, pulang.

117.2 Susan menelpon (inf: beberapa hari yang lalu).

117.3 Susan membatalkan niatnya untuk cerai.

117.4 Susan disuruh istirahat dan John Fletcher kembali bekrja untuk menemukan rahasia siklus dalam topeng hantu.

118. John Fletcher terkejut mendapatkan kalung topeng hantu di ruang perpustakaan tempat ia bekerja (inf: pukul setengah dua belas).

119. John Fletcher membaca tulisan pada bagian belakang topeng.

120. John Fletcher hendak membangunkan Susan di kamarnya.

121. John Fletcher jatuh di tangga teratas dan meninggal. Wajahnya persis seperti wajah topeng hantu yang ada dalam genggamannya.

122. Susan mendappatkan John Fletcher sudah tak bernyawa (inf: pukul dua belas tepat).

123. Amir terjaga dari tidurnya dan berteriak. Ia baru saja bermimpi ketemu dengan Darsono, kemudian diingatnya mimpi itu.

123.1 Amir dan Darsono terlibat dalam suatu pertempuran (indeks: Amir menjadi komandan, Darsono prajurit).

123.2 Amir dan Darsono terlibat pembicaraan tentang mengapa mereka berperang.

123.3 Amir terjatuh di atas sebuah gedung.

124. Amir terlibat pembicaraan dengan teman-temannya di lobi hotel (inf: pagi harinya).

125. Amir memesan tiket pesawat untuk kembali ke Jakarta karena konperensi sudah mencapai hari terakhir.

126. Amir memberikan sambutan perpisahan, walaupun terpaksa.

127. Amir membeli eau de cologne untuk Susan pelacur.

128. Susan pelacur melemparkan pemberian Amir karena merasa terhina atas kata-kata Amir.

129. Amir mengetahui dari resepsionis bahwa John Fletcher meninggal dunia. Ia akan melayatnya.

130. Amir berusaha menjumpai Susan, walaupun dihalangi oleh Shiu.

131. Amir telibat dalam pembicaraan dengan Susan (indeks: Susan berpakaian serba hitam, berwajah muram).

132. Amir teringat peristiwa di rumah Lily dan ingin mengulanginya di ruang perpustakaan John Fletcher.

133. Susan menunjukkan kalung topeng hantu kepada Amir.

134. Amir mengatakan bahwa kalung itu milik John Fletcher karena Amir telah menjualnya.

135. Susan bercerita tentang kematian John Fletcher.

135.1 Susan melihat melihat mayat John Fletcher karena terbangun oleh teriakan John Fletcher.

135.2 Susan melihat wajah John Fletcher persis seperti wajah topeng hantu.

135.3 Susan pingsan.

136. Amir terkenang akan Busrodin.

136.1 Amir melihat wajah Busrodin.

136.2 Amir melihat wajah Busrodin persis seperti wajah topeng hantu.

136.3 Amir pusing dan pingsan.

137. Susan menyuruh Amir melihat kembali kalung topeng hantu.

138. Amir teringat kembali masa lalu.

138.1 Amir membuat catatan di balik mainan kalung itu (inf: dahulu).

139. Amir dan Susan membicarakan tanggal kematian Busrodin dan kematian John Fletcher yang sama persis, yakni 16 juli, hari Kamis, membentuk sebuah siklus.

140. Amir merasa berdosa karena merasa telah mebunuh Punzalan, merasa juga telah membunuh John Fletcher. Susan menyatakan bahwa John Fletcher bunuh diri.

141. Susan menceritakan isi rekaman suara John Fletcher yang ada dalam tape recorder.

141.1 John Fletcher bakal menemukan siklus yang dicarinya.

141.2 John Fletcher bakal mengalungkan topeng hantu itu di leher anjing untuk melihat pengaruh jahat topeng itu.

142. Amir menolak pendapat Susan bahwa John Fletcher bunuh diri. Amir bercerita tentang John Fletcher.

142.1 John Fletcher menulis buku untuk Susan dan Amir.

142.2 John Fletcher berkali-kali tinggal di Pulau Nias.

142.3 Amir dan Susan selalu bersenang-senang di Jakarta ketika John Fletcher di Pulau Nias.

142.4 Amir merasa sebagai pengkhianat tatkala pertama kali meniduri Susan.

143. Amir berpamitan dan menyatakan rencananya akan kembali ke Jakarta. Sementara Susan mengatakan bahwa istri Ching sudah meninggal dan beritanya dimuat di koran.

144. (inf: di hotel) Amir disiksa oleh lelaki yang mengaku suami gadis yang pernah diganggunya dan dipukulinya di lift hotel. Bekas lukanya kembali sangat sakit. Amir pingsan.

145. Narasimhan menjenguk Amir (inf: di rumah sakit tempat tempat Amir dirawat).

146. Bellboy juga menjenguk Amir sambil menceritaka bahwa (inf: dulu) buka susan pelacur yang datang ke kamar Amir waktu tidak dibukakan pintu, tetapi Peggy.

147. Dr. Darsono menerima telpon dari rumah sakit (inf: di rumah Dr. Leong Kum Choon).

148. Leong Kum Choon dan Darsono membicarakan Amir.

148.1 Amir menjadi komandan di dinas militer (inf: dulu).

148.2 Amir membujang bertahun-tahun (indeks: kini Amir berusia empat puluh lima tahun).

149. Leong Kum Choon dan darsono menjenguk Amir (inf: di rumah sakit; indeks: pikiran Amir sudah tidak normal).

150. Amir menceritakan siklus kepada Darsono bahwa kematian Busrodin dan John Fletcher sama persis hari dan tanggalnya, siklus 24 tahunan.

151. Darsono dan Leong Kum Choon meningalkan Amir. Amir berteriak-teriak.

152. Darsono berpamitan kepada Leong Kum Choon untuk bertolak ke Indonesia.

2. Indeks Utama dan Informan dalam Siklus

Pada bagian ini akan diberikan data penelitian yang berkaitan erat dengan relasi paradigmatik cerita, yakni indeks utama dan informan. Dalam kaitan ini, hanya tokoh-tokoh utama dan sejumlah tokoh bawahan yang mendukung cerita secara signifikan saja yang aka dikemukakan indeksnya, yang mencakup identitas, sifat, dan suasana tokoh. Sedangkan informannya, terbatas pada penjelasan waktu dan tempat yang juga memiliki koherensi dengan peristiwa dan tokoh. Dengan demikian, pembahasan dan analisis yang akan dilakukan dan diberikan pada bagian selnjutnya dapat dilakukan secara intensif.

a. Indeks Utama Tokoh Amir

1) menjadi tentara pada umur 20-23 tahun, sampai kapten.

2) kawin pada umur 30-an tahun dengan Sumilah.

3) menjadi duda karena istrinya dilarikan orang.

4) menjadi pejabat penting di Depdikbud, seorang sinolog.

5) wajahnya tampan.

6) memiliki rasa dendam pada wanita.

7) suka mengganggu wanita.

8) terlibat afair seksual/cinta dengan istri orang lain.

9) suka ceplas-ceplos, jujur, dan apa adanya.

10) acuh tak acuh, tetapi kalau sudah berkehendak ambisinya besar.

11) perasa,sering indisipliner.

12) pandai menjaga hubungan persahabatan.

13) suka mengenangkan masa lalu.

14) sering kurang memperhitungkan akibat-akibat tindakannya yang merugikan diri sendiri.

15) semula tidak mempercayai dosa, karma, dam mistik; tetapi pada akhirnya goyah juga.

16) kalau sudah memiliki takut kehilangan.

17) sering tidak mempedulikan orang lain.

18) suka berpetualang dalam hal apa saja, terutama cinta dan seks, merasa sudah modern.

b. Indeks Utama Tokoh John Fletcher

1) orang Amerika.

2) kolektor benda antik.

3) antropolog dan guru besar.

4) pengabdi ilmu pengetahuan, menulis buku antropologi.

5) berusia kira-kira lima puluh tahun, dua puluh tahun lebih tua dari istrinya, Susan Fletcher.

6) memiliki musium di kota Blair, Nebraska.

7) memiliki perpustakaan pribadi.

8) orang terkenal di negerinya.

9) disiplin dalam bekerja dan penuh tanggung jawab.

10) ambisinya besar.

11) pandai menjaga tali persaudaraan.

12) terbuka dan rasional.

13) penyabar.

14) pemaaf.

15) mendewakan ilmu pengetahuan dan berpikir analitis.

16) percaya pada mistik, dukun, dan roh jahat dalam jimat.

17) berterus terang kepada sahabat karibnya tentang istri dan rumah tangganya.

18) meninggal dunia ketika penelitiannya terhadap kalung jimat berwajah topeng hantu tentang siklus (hampir) selesai.

c. Indeks Utama Tokoh Susan

1) cantik, wangi, dan lenjeh.

2) istri John Fletcher, gundik Amir, dan pernah pula menjadi gundik Ching.

3) usia sekitar 30 tahun.

4) orang Amerika.

5) suka bertualang seks.

6) tersiksa akibat terabaikan suami.

7) percaya pada tahyul.

8) suka menyesal.

9) tidak memperoleh kepuasan seksual dari suaminya.

10) menyadari dirinya sebagai wanita lacur.

11) tidur bersama sejumlah lelaki: di Amerika, di Eropa, di Afrika, di Indonesia, di Cina.

d. Indeks Utama Tokoh Darsono

1) bekas anank buah Amir waktu dinas militer.

2) tokoh mida yang besar pengaruhnya.

3) cerdas, pandai bergaul.

4) santri yang taat, muslim yang baik.

5) seorang doktor, pikirannya modern.

6) tidak mempercayai tahyul.

7) disiplin dan tepat janji.

8) rasional dan analitis.

9) penuh tenggang rasa.

e. Indeks Utama Tokoh Leong Kum Choon

1) usia sekitar enampuluhan tahun.

2) penampilannya mantap.

3) pandangan matanya tajam dan tenang.

4) seorang doktor, karib darsono.

5) menyenangi lukisan, baik yang modern maupun tradisional.

6) seorang Cina.

7) berwawasan sangat luas, tentang agama dan ilmu pengetahuan.

f. Indeks Utama Tokoh Ching

1) bangsawan Cina.

2) jutawan yang kaya raya.

3) tampan, wajahnya mirip Amir.

4) pacar Susan Fletcher.

5) beristri, tetapi istrinya sakit-sakitan dan akhirnya meninggal.

6) anak seorang bangsawan berpengaruh di Taipeh.

7) punya antek dan kaki tangan sewaan.

g. Indeks Utama Tokoh Narasimhan

1) orang India.

2) kawan konperensi Amir di Taipeh.

3) menaruh perhatian yang besar pada nasib kawan.

h. Indeks Utama Tokoh Susan “Pelacur”

1) cantik dan lenjeh, orang Cina.

2) seorang call-girl, dan resepsionis hotel.

3) terlatih dengan macam-macam lelaki dan sekaligus bisa menghina lelaki.

i. Keterangan (Informasi) tentang waktu

1) pagi, siang, sore, malam.

2) lalu kemudian, sekarang, telah, pada waktu revolusi, kelak, ketika pada suatu hari, itulah pertama kali, senin sore, dulu, setelah, dst. yang menunjuk pada penjelasan tentang waktu baik yang bersifat konkret maupun abstrak.

j. Keterangan (Informasi) tentang tempat

1) Jakarta, Nias, Taipeh, Amerika, Blair, Fengkong, dan seterusnya.

2) hotel, ruang sidang, lobby, WC, kamar tidur, ranjang, perpustakaan, dapur, dan seterusnya.

3) jalan, lorong, di sana, di sini, di dalam, di luar, di samping, dan seterusnya.

B. Pembahasan

Berdasarkan daftar urutan peristiwa yang sudah disajikan di bagian A tersebut, tampak bahwa peristiwa-peristiwa yang “pokok” sering diselingi oleh peristiwa-peristiwa yang mengungkapkan kehidupan masa lampau tokoh. Hal itu berarti bahwa novel ini tidak hanya mempergunakan alur progresif atau kronologis saja, melainkan juga divariasikan dengan regresif atau flash back. Sorot balik ini pun tampak menunjukkan hal yang menarik karena ditampilkan dengan beragam teknik, misalnya dengan cara tokoh mengenangkan masa lalunya, dengan cara tokoh menceritakan masa lalunya kepada tokoh lain, dan bahkan dengan teknik mimpi.

Sorot balik yang “tampak nyata” antara lain dalam peristiwa 016 ketika John Fletcher menceritakan istri dan kehidupannya kepada Amir, peristiwa 018 ketika Amir mengenangkan masa lalunya bersama keluarga John Fletcher, peristiwa 038 ketika Amir menceritakan asal-usul kalung berwajah topeng kepada John Fletcher, peristiwa 065 ketika Amir mengenangkan istrinya, Sumilah, yang kemudian dilarikan orang sehingga ia berbuat serong dengan babunya, dan seterusnya.

Berdasarkan daftar urutan peristiwa, sorot balik yang “tamapk nyata” berjumlah 24 buah, yang jika dibandingkan dengan jumlah keseluruhan peristiwa ada + 16%. Sementara itu, peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam sorot balik, di samping jumlahnya yang masing-masing tidak sama, terdapat pula dalam peristiwa sorot balik tersebut peristiwa sorot balik lagi. Misalnya saja peristiwa sorot balik 065.4 peristiwa sorot balik 065.4 yang mengandung 2 peristiwa sorot balik, peristiwa sorot balik 038.2 yang mengandung 2 peristiwa, dan peristiwa sorot balik 066.3 yang mengandung 2 peristiwa. Hal ini mengimplikasikan bahwa “alur” cerita ini tidak hanya bersifat linier atau sorot balik biasa, melainkan sorot balik alur yang memiliki tiga tingkatan; di dalam sorot balik kehidupan tokoh tertentu, terdapat sorot balik lain.

Di samping hal tersebut, terdapat sejumlah peristiwa sorot balik yang isinya sama, yakni peristiwa 018.9 = 050.1 = 050.2 = 065.6 = 088.1-5 =142.3-4. Semua peristiwa dalam sorot balik tersebut sama isinya, yakni menceritakan hubungan seksual antara Amir dan Susan tatkala John Fletcher sedang tidak di rumah. Peristiwa-peristiwa sorot balik itu isinya sama pula dengan dua buah peristiwa “pokok”, yakni peristiwa 111 dan 112 tentang persetubuhan antara Amir dan Susan. Kalaupun akan dicari perbedaannya, terutama terkait dengan teknik penceritaan dan latar (informasi tempat). Peristiwa-peristiwa sorot balik yang sama isinya diceritakan dengan teknik “kenangan tokoh” dan latarnya Jakarta, sedangkan peristiwa “pokok” yang isinya sama dengan sorot balik tersebut diungkapkan dengan “gaya diaan tak sertaan” dan latarnya adalah rumah Lily (kawan Susan) di Taipeh.

Peristiwa-peristiwa yang sama isinya tersebut dapat dikatakan sebagai pengulangan yang mendukung makna tertentu. Oleh karena itu, sanagt penting untuk diperhatikan. Di samping pengulangan yang sudah disebutkan, berdasarkan urutan peristiwa masih terdapat pengulangan yang lain, yakni peristiwa yang menyebut-nyebut tokoh Busrodin, kawan Amir sewaktu di dinas tentara pada masa revolusi, yang semula memiliki kalung berwajah topeng hantu. Pengulangan ini tampak dalam peristiwa sorot balik 038.1-2 : 066.2 : 106.1; dan 136.1-3 yang kesemuanya mengacu pada peristiwa pokok 088, apabila peristiwa 001 s.d. 010 dapat dipandang sebagai peristiwa “pokok”.

Pengulangan-pengulangan peristiwa yang sama melalui teknik sorot balik tersebut mengandung makna intensitas, artinya bahwa melalui hal itu “alur” cerita yang disusun berhasil mencapai kedalaman tertentu. Dengan demikian, kesan yang diperoleh pembaca akan menjadi lebih jelas dan pemahaman tematiknya juga akan menjadi lebih mudah, terlebih lagi apabila hal itu dikaitkan secara struktural denga elemen lain, misalnya dengan tokoh yang terlibat.

Di atas dikemukakan bahwa alur novel ini mencapai tiga tingkatan, dalam sorot balik terdapat sorot balik yang lain, yang mengakibatkan ada sorot balik yan “tampak nyata” dan ada yang “tersembunyi”, yang selanjutnya mengakibatkan peristiwa “pokok” menjadi sulit ditemukan. Oleh karena itu, fungsi-fungsi utama ceritapun sulit disusun. Akan tetapi, hal itu tidak berarti bahwa novel ini tidak dapat dipahami. Analisis relasi sintagmatik dalam penelitian ini memang merupakan suatu upaya memahami novel-novel jenis ini, novel yang tidak memiliki batas yang jelas antara peristiwa “pokok” dan “sorot balik”.

Biasanya, dalam novel-novel konvensional, sorot balik yang menceritakan kehidupan masa lampau si tokoh dilakukan apabila peristiwa “pokok” – yang termasuk alur utama – telah berlangsung. Akan tetapi, novel Siklus tidak demikian secara keseluruhan. Teknik yang dipakai yang sudah dikemukakan di atas menimbulkan kesan bahwa peristiwa-peristiwa tersebut berada pada satu garis datar yang tidak menunjukkan adanya relief tertentu. Ini berarti bahwa peristiwa-peristiwa tersebut sama pentingnya. Dalam konteks ini, peristiwa 002 s.d. 010 diragukan sebagai peristiwa pokok karena adanya informasi dan indeks pada bagian berikutnya yang berbunyi sebagai berikut.

KALUNG dengan mainan topeng hantu yang terbuat dari gading itu kini melingkar pada lehernya. Setelah Busrodin tidak ada, kalung itulah satu-satunya tali yang mengikat Amir dengan mendiang. Amir tidak ingin melupakan jasa Busrodin yang telah menyelamatkan jiwanya. Bagaimanapun waktu dengan cepat merobah keadaan dan manusia. Amir tak ingin kenangan itu masih juga melingkar pada leher Amir. Dan Amir, bekas prajurit rendahan pada waktu revolusi, sekarang menjadi pejabat penting pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

(Siklus, hlm. 10;).

Kutipan di atas menunjukkan bahwa walaupun terletak di awal cerita, kenyataannya peristiwa-peristiwa 001 s.d. 010 bukanlah peristiwa “pokok” yang mengawali Siklus. Informasi dan indeks pada kutipan di atas membuktikan hal itu. Ini berarti pula bahwa walaupun peristiwa-peristiwa 001 s.d. 010 merupakan peristiwa sorot balik, peristiwa tersebut sangat “pokok” bagi keseluruhan cerita novel ini. Dikatakan demikian karena yang menjadi permasalahan utama novel ini jstru menyangkut sikap para tokoh yang terlibat dalam cerita terhadap kalung topeng berwajah hantu yang diungkapkan dalam awal cerita itu berikut sejumlah masalah yang timbul karenanya. Dalam konteks ini, peristiwa 135 s.d. 136 yang memiliki persamaan, yakni masing-masing menggunakan sorot balik dengan jumlah tiga peristiwa dan tentang hal yang sama, dapat dipahami. Bunyi selengkapnya tampak dalam kutipan di bawah ini.

Sekarang Susan menoleh pada Amir, berdiri dan menunjukkan kalung itu pada Amir. Kalung itu terbaring di atas telapak tangannya. Kemudian Susan berkata: “Kalung ini ada di tangan Jack ketika ia meninggal.

“Jadi kau di sini ketika itu?” Amir bertanay keheranan.

“Ya. Aku yang pertama kali melihat mayatnya. Ia berteriak memanggil namaku. Aku terjaga dari tidur da ketika aku keluar kamar, kulihat Jack sudah terkapar di lantai, di kaki tangga. Aku mendekat dan aku hampir tak percaya bahwa itu Jack. Kau harus melihat wajahnya ketika itu. Oh! Wajahnya persis seperti ini, Amir”. Susan mendekatkan topeng kalung itu kepada Amir, tangannya gemetar. “Seketika aku hampir tak bisa bernafas. Aku menjerit dan kukira aku jatuh pingsan.”

“Susan!” Amir berbisik. “Kau tak berolok-olok?”

“Tidak. Itulah sebabnya aku tak ingin ada orang melihat mayatnya. Segera dimasukkan peti lalu ditutup.”

Amir menggigil. Ingatan pada Busrodin mengkilat dalam kepalanya. Ketika pertama kali ia melihat mayat Busrodin, ia juga menyaksikan raut muka yang buruk dan mengerikan menggantikan wajah kawannya itu. Dan ketika itu Amir juga merasakan kepusingan yang tidak dikendalikan.

(Siklus, hlm. 160;)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa yang menjadi masalah utamanya ialah kematian orang yang “sedang” memiliki kalung topeng hantu yang wajahnya berganti rupa menjadi mengerikan. Kutipan tersebut merupakan peristiwa sorot balik dengan teknik menceritakan dan kenangan, yang menjadi bagian dari peristiwa 121 dan 122, sedangkan peristiwa 136 merupakan pengulangan peristiwa 088 s.d 010.

Berdasarkan penjelasan di atas, jelaslah bahwa yang merupakan peristiwa “pokok” yang pertama novel ini adalah peristiwa 011 dan 012 (dua peristiwa ini disatukan karena peristiwa 011 lebih menunjuk pada indeks daripada sebagai peristiwa): Amir yang kini menjadi seorang pejabat penting di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengunjungi Taiwan untuk mengikuti konperensi kebudayaan internasional di Taipeh.

Peristiwa “pokok” pertama itu kemudian diikuti secara susul-menyusul peristiwa berikutnya – seperti tampak dalam daftar urutan peristiwa – dan sambil diselingi oleh peristiwa-peristiwa sorot balik yang sebagian besar sudah dibicarakan di atas. Akan tetapi, walaupun semua peristiwa tersebut telah berhasil diidentifikasi dalam daftar peristiwa, tidak secara otomatis keseluruhan peristiwa itu membentuk alur atau plot cerita. Syarat sebuah rangkaian peristiwa dapat disebut membentuk plot atau alur cerita tidak hanya kronologi yang menunjuk pada pengertian setelah ini kemudian itu saja, melainkan juga harus menunjukkan hubunga kausalitas yang mengarah pada hubungan sebab-akibat (Wellek & Warren, 1956; Kenney, 1966; Stanton, 1968; Burton, 1974). Oleh karena itu, yang disenut alur atau plot atau struktur naratif adalah rangkaian peristiwa dalam kronologi tertentu yang memiliki hubungan sebab-akibat. Berdasarkan pada pengertian ini, sebuah novel dapat ditentukan jenis alur atau plotnya: progresif atau regresif, tunggal atau ganda, rapat atau longgar.

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, untuk menentukan jenis alur Siklus ditempuh cara analisis relasi sintagmatik yang bermuara pada penentuan fungsi-fungsi utama cerita dan katalisator.

Secara garis besar, fungsi-fungsi utama novel ini terbagi dalam 2 kategori besar, yakni fungsi-fungsi utama yang menyangkut tokoh Amir dan fungsi-fungsi utama yang menyangkut tokoh John Fletcher dan Susan. Pada titik-titik tertentu, kedua fungsi utama tersebut bersinggungan satu sama lain dalam rangka mendukung keutuhan cerita secara keseluruhan. Sedangkan peristiwa-peristiwa yang telah berhasil diidentifikasi dan tidak menduduki fungsi-fungsi utama dipandang sebagai katalisator. Berikut ini akan dikemukakan fungsi-fungsi utama cerita, baik mengenai Amir maupun John Fletcher dan istrinya, Susan.

1. Fungsi-fungsi Utama Tokoh Amir

a. Pada masa revolusi fifk, Amir masuk dinas militer. Di dalam ketentaraan ini, ia antara lain bersama Busrodin dan Darsono. Ia sampai menjadi kapten (038.2.1. – 054.3 123.1-3 – 148.1).

b. Pada suatu pertempuran di mana Amir terlibat bersama Busrodin, salah seorang rekannya, Amir terkena tembakan peluru. Ia ditolong Busrodin sampai pada akhirnya. Busrodin gugur. Untuk mengenangkan jasa Busrodin, Amir memungut kalung berukikan topeng hantu yang semula dipakai Busrodin. Sebelumnya, Busrodin pernah menceritakan bahwa kalung itu diperoleh dari serdadu Gurkha yang terbunuh di Surabaya. Kalung tersebut dipakainya, tetapi Amir merasakan adanya keanehan pada kalung itu; bahkan ketika ia memungutnya dari Busrodin, Amir menyaksikan wajah temannya yang berubah menjadi mengerikan sama persis dengan wajah topeng hantu kalungnya. Kalung itu oleh Amir ditulisi tanggal kematian Busrodin, yakni hari Kamis tanggal 16 Juli (001 s.d. 010 – 038.1-2 – 136.1-3 – 138..1 – 150).

c. Sesudah revolusi, Amir keluar dari dinas tentara dan meneruskan sekolah. Pada usianya yang ketiga puluh, ia kawin dengan Sumilah. Akan tetapi, karena tidak dikaruniai anak dan istrinya serong, Amir menduda. Sejak itu pula ia menjadi pendendam pada wanita, ia pun menyetubuhi babunya sebagai pelampiasan dendamnya pertama kali (038.2.2 – 065.1-5 – 148.2).

d. Ketika menjadi pejabat penting di Depdikbud, Amir berkenalan dengan keluarga John Fletcher dan Susan Fletcher di Jakarta. Perkenalan dan persahabatannya dengan keluarga tersebut menyebabkan Amir dapat berbuat serong dengan Susan Fletcher tatkala suaminya pergi ke Pulau Nias selama berbulan-bulan. Hubungannya dengan Susan Fletcher dan John Fletcher terputus ketika keluarga itu meninggalkan Indonesia (018.1-10 – 050.1 – 058.1-2 – 065.6 – 069.2 – 088.1-5 – 142.2-4).

e. Ketika mendapat kesempatan untuk mengikuti konperensi kebudayaan internasional di Taipeh, Amir berjumpa lagi dengan John Fletcher. Ia pun mengunjungi rumah John Fletcher, tetapi tidak berjumpa dengan Susan karena Susan sedang terlibat afair asmara dengan salah seorang jutawan yang wajahnya mirip Amir. Amir pun kecewa (011 s.d. 015 – 016.2 – 022 – 023).

f. Amir dan John Fletcher terlibat dalam pembicaraan tentang kalung bergambar topeng hantu milik Amir, dan akhirnya Amir menjual kalung itu seharga 750 dollar (028 – 034 s.d. 037 – 039 s.d. 045 – 061 – 089).

g. Amir berupaya untuk ketemu dengan Susan Fletcher. Akibatnya Amir terancam bahaya, yakni dikuntui oleh lelaki misterius yang merupakan orang suruhan pacar Susan di taipeh. Akan tetapi, Amir selamat karena ada seorang kawan konperensi yang wajahnya mirip Amir. Orang itu bernama Punzalan yang akhirnya mati terbunuh (074 s.d. 077 – 083 – 084 s.d. 087 – 091 – 096 – 113 – 115 – 116).

h. Pertemuannya dengan Susan Fletcher dilakukan di rumah Lily, kawan Susan. Mereka mengulangi perbuatannya seperti di Jakarta, yakni bermain asmara di luar pengetahuan John (109 – 111 – 112).

i. Amir mulai berpikir tentang dosa semenjak kematian Punzalan. Ia pun mulai berpikir tentang Karma (113).

j. Amir akhirnya mendapatka bencana, yakni dipukuli oleh seorang lelaki yang mengaku suami gadis yang pernah diganggu dan dipukul Amir di lift hotel (105 – 144).

k. Amir masuk rumah sakit (145 – 146 – 147 – 149 – 151).

2. Fungsi-fungsi Utama Tkoh John dan Susan Fletcher

a. John Fletcher sudah mulai terkenal di negerinya, kemudian mengawini Susan. Susan pun memperoleh kepuasan seksual dalam beberapa tahun (051.1-3).

b. Sebagai seorang antropolog, peneliti, dan kolektor, John Fletcher sering tenggelam dalam pekerjaannya, sehingga Susan istrinya sering terabaikan. Hal ini membuat keluarga/rumah tangga mereka terancam perceraian, terjadi keretakan hubungan suami-istri (110.2).

c. Ketika mereka berada di Jakarta karena John Fletcher menjadi mahaguru dan mengajar, mereka berkenalan dengan Amir. Akibatnya, terjadi skandal seksual antara Amir dan Susan tanpa sepengetahuan John karena John selalu sibuk dengan pekerjaannya, di samping antara Susan dan John sendiri sering berselisih pendapat. Skandal tersebut terjadi tatkala John Fletcher mengadakan penelitian di Pulau Nias selama beberapa bulan (018.1-9 – 050.1 – 069.2 – 088.1-5 – 142.2-3).

d. Hubungan mereka dengan Amir terputus tatkala mereka meninggalkan Indonesia (018.10).

e. Di Taipeh, Susan kembali membuat skandal seks dengan Ching, seorang jutawan yang wajahnya tampan mirip Amir. Bahkan, Susan merencanakan untuk cerai dengan John Fletcher (016.1-2 – 047.1 – 052 – 064.1 – 069.1 – 110.1 – 110.3).

f. John Fletcher kembali berjumpa dengan Amir tatkala Amir mengikuti konperensi kebudayaan internasional di Taipeh (013 – 028).

g. John Fletcher dan Amir terlibat pembicaraan serius tentang kalung yang dipakai Amir. John Fletcher ingin menyelidiki siklus yang terdapat dalam kalung itu, dan untuk itu, John Fletcher membeli kalung itu seharga 750 dollar (034 s.d. 044 – 061 – 081 – 087 – 089).

h. Di sela-sela kesibukan John Fletcher dengan penelitiannya terhadap siklus kalung, Susan kembali terlibat skandal seks dengan Amir karena hubungannya dengan Ching sudah renggang (075 – 077 – 082 – 095 – 096 – 109 – 110.1 – 110.4-6 – 111 – 112).

i. Kesadaran Susan untuk kembali baik-baik pada John akhirnya muncul tatkala John Fletcher sedang sibuk-sibuknya meneliti siklus kalung merasa hampir menemukannya (117.1-4).

j. John Fletcher meninggal dunia akibat terjatuh dari tangga dan wajahnya berubah menjadi persis dengan wajah topeng hantu yang digenggamnya yang baru saja ditelitinya (118 s.d. 121 – 135.1-2).

k. Melalui tape recorder, Susan mengetahui bahwa John Fletcher bakal menemukan siklus yang dicarinya dan bakal mengalungkan topeng hantu itu di leher anjing untuk melihat pengaruh jahatnya (141.1-2).

l. Dari Amir, Susan mengetahui bahwa tanggal kematian suaminya adalah 16 Juli, hari Kamis; tanggal dan hari yang sama dengan kematian Busrodin, kawan Amir yang memiliki kalung itu pada mulanya (137 s.d. 139).

m. Susan berpendapat bahwa kematian suaminya disebabkan oleh bunuh diri, tetapi Amir menolak pendapat Susan karena kematian John Fletcher merupakan akibat kutuk jahat kalung topeng hantu yang membentuk siklus 24 tahunan (140 – 142 – 150).

n. Susan berpisah dengan Amir karena Amir akan pulang ke jakarta (143).

Pemahaman fungsi-fungsi utama di atas tidak dapat dipisahkan dari makna novel ini secara keseluruhan karena kepingan-kepingan peristiwa yang simpang-siur yang menyebabkan kesulitan dalam menentukan alur utama novel. Sedangkan untuk menentukan makna keseluruhan, analisis terhadap relasi paradigmatik juga tidak dapat diabaikan begitu saja. Oleh karena itu, informasi dan indeks utama tokoh perlu dilibatkan dalam hubungan ini.

Tokoh utama novel ini adalah Amir. Ia dilukiskan sebagai lelaki yang mendendam kepada wanita dan dendamnya dilampiaskan melalui petualangan seksual. Karena sudah merasa menjadi modern, ia pun tidak mempercayai adanya mistik, dosa, karma, dan sebagainya. Kutipan berikut ini menjelaskan hal itu.

Ia tidak percaya pada hukum karma, tapi juga tidak bisa mengabaikan bila hukum itu berlaku pada dirinya. Sekalipun begitu, Amir pernah berpikir, itu bukan bukti yang cukup untuk membenarkan adanya hukum karma.

Akhirnya ia mengambil kesimpulan bahwa hukum karma, seandainya betul ada, hanya bisa berlaku dalam keadaan tertentu. Yaitu jika si pendosa itu merasa berbuat dosa.

Jadi hukum karma itu sebenarnya tidak ada, pikirnya. Ini semata-mata soal kejiwaan manusia. Misteri pikiran dan bawah sadar manusia. Berpikirlah bahwa engkau tidak berdosa, maka engkau tidak akan tersiksa, Amir pernah berkata pada dirinya sendiri.

(Siklus, hlm. 117)

Akan tetapi, sikap, keyakinan, dan suasana hati Amir pada akhirnya berubah. Ia merasa berdosa, merasa menjadi pengkhianat, dan sebagainya (Siklus, hlm. 162 – 163), dan ia pun mempercayai adanya mistik:

“Sekarang,” Amir jadi ragu-ragu untuk menjawab, terdiam sejenak lalu berkata, “Ya, bagaimana aku bisa tidak percaya?”

Kehadiran tokoh Amir dalam novel ini banyak memiliki segi persamaan dengan Susan Fletcher seperti tampak baik dalam daftar urutan peristiwa maupun dalam identifikasi indeks utama di atas. Keduanya merasa modern dan suka bertualang cinta dan seks. Akan tetapi, akhirnya Susan pun sadar untuk kembali kepada suaminya, walaupun pada akhirnya suaminya meninggal, yang menurut perhitungannya karena bunuh diri.

Sosok avonturir Amir menjadi sangat menonjol jika dipertentangkan dengan tokoh Darsono, sedangkan Susan menjadi sangat menonjol jika dipertentangkan dengan suaminya. Sementara antara Darsono, John Fletcher, dan Leong Kum Chonn memiliki banyak kesamaan: lebih arif dan bijak dalam menghadapi persoalan. Kelemahan utama John Fletcher ialah terlampau mendewakan ilmu sehingga istrinya terabaikan.

Tokoh-tokoh lain, seperti Narasimhan sebagai tokoh bawahan yang bersifat mau memperhatikan orang lain juga berfungsi menonjolkan sifat dan watak Amir sebagai tokoh utama. Dengan demikian, ditinjau dari segi tokoh dan penokohan, novel Siklus menunjukkan adanya koherensi tertentu. Masalahnya yang kemudian ialah: makna apakah yang sesungguhnya ditampilkan novel ini, seberapa jauh makna tersebut didukung oleh relasi sintagmatik dan paradigmatiknya.

Informasi tempat novel ini menunjukkan – secara garis besar dan dilihat dari seginya yang foregrounded ‘terkedepankan’ – kesamaan dalam hal-hal tertentu. Penunjukan tempat seperti Jakarta, Taipeh, bar & restaurant, hotel, dan sebagainya merupakan suatu indikasi hidup dan kehidupan modern. Akan tetapi, di balik itu, tokoh-tokoh yang terlibat menunjukkan hal yang paradoksal. Amir adalah tokoh yang “merasa” modern dengan sikap anarkhinya terhadap cinta, wanita, dan seks, sementara sifat-sifat itu merupakan “gincu” akibat kegagalannya dalam berumah tangga. Demikian pula halnya dengan Susan. Sementara John Fletcher sebagai seorang ilmuan sejati, bangsa barat (Amerika), malah masih mempercayai hal-hal yang bersifat tahyul dan mistik. Pada konteks ini, sikap-sikap yang ditunjukkan oleh Leong Kum Choon dan Darsono yang memegang teguh pada agama dan juga ilmu pengetahuan, dan sekaligus norma-norma kehidupan yang diyakini, merupakan sikap yang menjadi mediasi antara sifat dan sikap yang paradoksal yang tampak dalam sosok Amir dan Susan di satu pihak, dan john Fletcher di pihak yang lain. Dengan demikian, Taipeh sebagai latar tempat novel ini dapat dianggap sebagai simpang jalan antara Timur dan barat, antara yang tradisional dan yang modern. Dengan demikian, dari sisi ini pula Siklus menunjukkan adanya koherensi.

Demikian pula halnya dengan informasi waktu, yang secara garis besar dapat dikategorikan menjadi dua bagian besar, yakni pada masa revolusi dan masa sesudah revolusi, masa lalu dan masa sekarang, kemarin dan esok, pada waktu itu dan pada saat kini, dan seterusnya, sampai pada waktu ketika di dalam dan ketika di luar negeri. Dimensi-dimensi waktu tersebut melekat pada tokoh-tokoh utama, terutama pada Amir: Amir pada masa revolusi dan Amir pada saat menjadi pejabat penting di Depdikbud, Amir di Jakarta dan Amir di Taipeh, Amir dalam konperensi dan Amir di hotel, dan setrusnya, yang semuanya menunjukkan putaran kehidupan tertentu, menunjukkan siklus tertentu, dan perjalanan tertentu.

Demikian pula halnya dengan tokoh utama yang lain, John Fletcher dan Susan Fletcher. Peristiwa-peristiwa yang dijalaninya menunjuk pada perputaran, pada siklus tertentu. Akan tetapi, di atas itu semua masih ada saja terdapat hal-hal yang berada di luar perhitungan. John Fletcher sama sekali tak menduga bahwa istrinya, Susan, akan memiliki niat untuk mengurungkan perceraian dan kembali baik-baik padanya. Demikian pula dengan Amir. Ia sama sekali tidak menduga bahwa pada akhirnya Susan pun akan mengecewakannya. Bahkan, John Fletcher pun tidak memperhitungkan bahwa kematiannya akan datang begitu cepat dan tiba-tiba; Amir juga tidak memperhitungkan bahwa dirinya pada akhirnya disakiti dan disiksa oleh lelaki yang ternyata suami seorang gadis yang pernah diganggunya.

Ketiba-tibaan dan keterkejutan yang berada di luar perhitungan tokoh-tokoh tampak menonjol dalam novel ini, di samping masalah perputaran peristiwa yang seolah-olah membentuk siklus kehidupan tertentu. Sejumlah peristiwa – yang dapat dikategorikan sebagai katalisator, dan bukan fungsi utama – menunjukkan hal itu. Misalnya, lelaki misterius yang mencari Amir atau Susan, akhirnya menjumpai John Fletcher di kamar Amir, Punzalan yang berwajah mirip Amir terbunuh, Darsono yang dulunya sebagai bawahan Amir dengan begitu saja meninggalkan Amir di rumah sakit dalam keadaan tidak menentu, dan lain sebagainya. Hal ini lebih memperkuat anggapan bahwa novel ini menampilkan makna tertentu yang berkaitan dengan siklus kehidupan dan sejumlah hal yang tak dapat dijangkau oleh akal dan perhitungan manusia: sesuatu yang transendental. Hampir semua tokoh utama novel ini menghadapi siklus kehidupannya masing-masing. Pemakaian judul Siklus dan keingintahuan John Fletcher untuk membuka tabir siklus dalam kalung topeng hantu serta keyakinan dia dan Amir terhadap adanya siklus kutuk dalam kalung itu, menandai bahwa novel ini mengungkapkan makna yang terkait erat dengan siklus kehidupan itu.

Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa novel ini mengungkapkan makna bahwa “bagaimanapun manusia memperhitungkan kehidupannya, akhirnya nasib atau takdir-lah yang menentukannya”. Artinya, bahwa betapapun manusia merasa dirinya modern dan mengabaikan hal-hal yang berada di luar jangkauan manusia itu sendiri. Kutipan berikut ini lebih menjelaskan makna keseluruhan novel Siklus.

Tentang arus yang tuan sebut, saya kira ada sifat aneh dari jalannya arus itu. Yaitu jalan yang mengulangi dirinya sendiri seperti sebuah lingkaran.

Ya, sebuah siklus. Atau barangkali lebih tepat, seperti jalannya titik pada tepi lingkaran roda…berputar tapi juga maju ke depan. Bukan maju melalui trayek yang lurus. Semua yang ada di dunia mengikuti siklus-siklus”.

“Ya, ya” Dr. Leong menyambung. “Kecuali ilmu pengetahuan dan agama yang benar. Keduanya tumbuh lewat garis yang lurus”.

(Siklus, hlm. 101-102)

Dengan demikian menjadi jelaslah makna novel ini, dan jika pendapat Wellek &Werren (1956) akan diiuti, makna yang diungkapkan tersebut merupakan actual meaning ‘makna muatan’, sedangkan intentional meaning ‘makna niatan’-nya adalah bahwa kita tidak boleh meninggalkan agama dan ilmu pengetahuan untuk menuju ke kebenaran yang sejati. Figur tokoh Dr. Darsono dan Dr. Leong Kum Choon lah yang mewakili makna ini dalam rangka keseluruuhan novel.

Dalam perspektif keseluruhan struktur novel, makna tersebut di atas, baik yang muatan maupun yang niatan, muncul secara koheren. Kotradiksi dan persamaan tertentu yang terwujud dalam indeks utama dan informasi tempat dan waktu telah mampu menonjolkan makna yang tidak erpisahkan dari fungsi utama dan katalisator peristiwa. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Siklus memiliki koherensi struktural. Antara fungsi utama, katal;isator, indeks utama, dan informasi jalin-menjalin membentuk bangunan dunia fiksi novel.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

  1. Berdasarkan analisis sintagmatik tampak bahwa novel Siklus mempergunakan alau kronologis yang divariasikan dengan flash back. Teknik yang dipakai dalam sorot balik meliputi teknik mengenangkan masa lalu, menceritakan, dan teknik mimpi.
  2. Berdasarkan analisis sintagmatik tampak bahwa novel Siklus menggunakan alur tiga tingkatan, artinya dalam peristiwa sorot balik terdapat peristiwa sorot balik yang lain.
  3. Berdasarkan analisis sintagmatik tampak bahwa jika dipandang dari segi kuantitas alur, Siklus menunjukkan alur ganda karena terdapat lebih dari sebuah fungsi utama. Fungsi-fungsi utama yang terdapat dalam novel ini terkadang bersinggungan pada titik-titik peristiwa tertentu, sehingga dari sudut kualitas, alur novel ini tergolong rapat.
  4. Peristiwa-peristiwa yang termasuk dalam katalisator – yang bukan fungsi utama – berfungsi merapatkan atau mengeratkan hubungan struktural novel, baik dari segi indeks utama maupun dari segi informasinya.
  5. Berdasarkan analisis paradigmatik, tokoh-tokoh yang terlibat dalam novel ini menunjukkan kesamaan dan perbedaan dalam hal indeks utamanya, sehingga koherensi struktur pun tercapai.
  6. Berdasarkan analisis paradigmatik, tempat dan waktu dalam novel ini sebagai informasi menandai makna tertentu, yang juga koheren dengan keseluruhan novel.
  7. Makna muatan novel Siklus ialah bagaimana pun manusia memperhitungkan kehidupannya, akhirnya nasib atau takdir-lah yang menetukannya. Sedangkan makna niatannya ialah bahwa kita tidak boleh meninggalkan agama dan ilmu pengetahuan untuk mencapai kebenaran sejati.
  8. Novel Siklus memiliki struktur yang koheren karena antara elemen strukturnya jalin-menjalin dalam menampilkan makna.

B. Saran-saran

  1. Hasil penelitian ini, dalam arti metodologis, dapat dipergunakan dalam pengajaran yang berusaha meningkatkan daya apresiasi sastra mahasiswa, terutama dalam mata kuliah Analisis Prosa dan Penelitian Sastra pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP/Fakultas Keguruan.
  2. Penelitian sejenis ini perlu dilakukan secara terus-menerus oleh para pengajar sastra – terutama di Perguruan Tinggi – dalam rangka mengatasi berbagai problema metodologis.
  3. Kemampuan meneliti karya sastra dengan berbagai metode yang ada perlu terus ditingkatkan di kalangan para pengajar sastra di Perguruan Tinggi agar mereka dapat berperan sebagai kelompok intelektual reproduktif.
  4. Di dalam rangka mencari puitika yang khas Indonesia, penelitian terhadap sejumlah besar karya sastra Indonesia dari berbagai aspeknya perlu ditingkatkan dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Dengan demikian, diharapkan akan diperoleh masukan-masukan empirik guna merumuskan puitika tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Ali, Lukman. 1975. “Kebijaksanaan Pengembangan Sastra Indonesia” dalam Budaya Jaya No. 89 Tahun Ke-8.

Becker, A.L. 1978. Antologi Stilistika. Tugu: Penataran Sastra.

Boulton, Marjorie. 1977. The Anatomy of Prose. London: Routledge & Kegan Paul.

Burton, SH. 1974. The Criticism of Prose. London: Longman.

Culler, Jonathan. 1977. Structuralist Poetics. London: Routledge & Kegan Paul.

Faruk HT. 1987. “Teori sastra Indonesia Mulai dari Mana” dalam Kompas 20 Desember 1987.

Forster, EM. 1977. Aspect of The Novel. New Zealand: Penguin Bokks.

Hoerip, Satyagraha. 1987. “Teori Sastra ‘PDN’, Mungkinkah Itu?” dalam Kompas 15 November 1987.

Kenney, William. 1966. How to Analyze Fiction. Monarch Press.

Pradopo, Rahmat Djoko. 1987. “Corak dan Jenis Kritik Sastra Indonesia Modern” dalam Kedaulatan Rakyat 13 dan 15 Januari 1987 serta 1 Februari 1987.

Saat, Saleh. 1975. “Penelitian dan Pengembangan Sastra” dalam Budaya Jaya. Oktober 1975.

Sastrowardojo, Subagio. 1987. “Keterlambatan Kita dalam Teori Sastra” dalam Kompas 30 Maret 1987.

_______. 1987a. “Di Balik Kesan Ilmiah Teori Sastra” dalam Kompas 6 Desember 1987.

Sayuti, Suminto A. 1987. Pengajaran Sastra: Antara Harapan dan Kenyataan. Yogyakarta: Balai Bahasa.

Soemanto, Bakdi. 1987. “Teori Sastra Indonesia Sebauh Masalah Metodologi” dalam Kompas 29 November 1987.

Spegele, Roger D. 1974. “Karya Fiksi dan Wawasan Politik” dalam Titian April 1974.

Stanton, Robert. 1968. An Introduction to Fiction. New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Todorov, Tzvetan. 1985. Tata Sastra. Jakarta: Djambatan.

Wardhana, Veven SP. 1987. “Kritk Sastra Indonesia Tanpa Sejarah” dalam Kompas 22 November 1987.

Wellek, Rene and Warren. 1956. Theory of Literature. New York: A Hervest Book.

Zaimar, Okke KS. 1979. “Hubungan Sintagmatik dan Pparadigmatik dalam Tiga Novel Iwan Simatupang”. Jakarrta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Zen, MT. 1984. Sain dan Hari Depan Manusia. Jakarta: Obor.

Oleh: Jabrohim | 10 Maret 2009

Kuliah Ke-6 Penyuntingan

Kuliah Ke-6: Penyuntingan

Teks Asli:

MENGEMBANGKAN KECERDASAN SOSIAL

Oleh Hadi Suyono

Kekerasan dalam rumah tangga. Tawuran antar kampung. Perkelahian antar pelajar dan mahasiswa. Bentrok antar kelompok politik, etnik, atau agama.

Serentetan peristiwa tersebut menjadi bukti, bahwa tindakan brutal sering dijadikan alternatif untuk memecahkan masalah. Seakan tidak ada upaya yang lebih manusiawi, santun, etik, ber-moral, dan berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan untuk menyelesaikan problem yang terjadi.

Salah satu variabel penyebab anak bangsa ini menggunakan cara anarkis guna menyelesaikan berbagai persoalan atau mencapai tujuan adalah tumpulnya kecerdasan sosial.

Kecerdasan sosial yang tidak terasah pada individu memberi kontribusi pada perilaku anarkis karena individu yang kecerdasan sosial-nya rendah tidak akan mampu berbagi dengan orang lain. Ingin menang sendiri. Kalau dia gagal akan melakukan apa saja, asal tujuannya bisa tercapai. Tak peduli tindakannya merusak lingkungan. Tidak merasa yang dikerjakannya menginjak harkat dan martabat kemanusiaan. Sehingga diskripsi kepribadian seperti ini, berpotensi melakukan perilaku anarkis, ketika hasrat pribadinya tidak tercapai atau sedang menghadapi masalah dengan orang atau kelompok lain.

Betapa pentingnya peranan kecerdasan sosial untuk mencegah perilaku anarkis, maka perlu dicari solusi untuk mengembangkan kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial menjadi solusi efektif meredam anarkis, karena orang yang memiliki kecerdasan sosial tinggi, mempunyai seperangkat keterampilan psikologis untuk memecahkan masalah dengan santun dan damai.

Keterampilan psikologis itu berkaitan de-ngan kecakapan keterampilan sosial yang perlu dimiliki oleh seseorang. Seseorang yang dikategorikan mempunyai keterampilan sosial baik apabila pada diri individu antara lain pertama, tumbuh social awareness (kesadaran situasional atau sosial). Maksud dari social awareness adalah kemampuan individu dalam mengobservasi, melihat, dan mengetahui suatu konteks situasi sosial, sehingga mampu menge-lola orang-orang atau peristiwa. Kedua, punya kemampuan charity. Yaitu kecakapan ide, efektivitas, dan pengaruh kuat dalam melakukan komunikasi dengan orang atau kelompok lain. Ketiga, berkembang empathy. Kemampuan individu melakukan hubungan dengan orang lain pada pada tingkat yang lebih personal. Dan keempat, terampil interaction style. Individu memiliki banyak skenario saat berhubungan dengan orang lain, luwes, dan adaptif memasuki situasi berbeda-beda.

Keterampilan sosial tertanam dalam diri dapat menjadi pijakan, apabila tujuannya mengalami hambatan atau menghadapi masalah dengan orang lain ketika keinginannya ada rintangan atau dirinya sedang punya masalah dengan orang atau kelompok lain. Dia akan mengobservasi, mengamati, dan mencari tahu berkaitan dengan problem yang sedang dihadapinya. Hasil dari pencariannya tersebut, dapat menjadi pondasi untuk menentukan langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah.

Setelah ditemukan strategi efektif untuk memecahkan masalah, lalu dikomunikasikan kepada orang lain dengan empati. Dari proses ini dapat terjalin hubungan interpersonal men-dalam yang bisa membuka sekat-sekat perbe-daan, membincangkan berbagai masalah dari hati ke hati, mencari jalan terbaik yang memberi kemaslahatan semua pihak, dan luwes menerap-kan pola yang sudah ditemukan untuk menyelesaikan masalah dengan disesuaikan pada situasi. Apabila upaya ini diterapkan, tentu akan dihasilkan kedamaian dan kesantunan dalam penyelesaian setiap persolaan.

Agar kecerdasan social menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah, perlu ada gerakan memahamkan, membudayakan, dan mengimplementasikan kecerdasan sosial di tengah-tengah komunitas masyarakat. Untuk mewujudkan gerakan tersebut, memerlukan sumbangsih dari berbagai elemen masyarakat.

Sinergi dapat dibangun untuk membangun gerakan memasyarakatkan kecerdasan sosial. Di antaranya melalui kerjasama antara dunia industri (usaha) dan perguruan tinggi. Dunia usaha saatnya peduli untuk berperan serta dalam community development.

Perlu kepedulian dari pengusaha melalui community development sebagai bagian dari corporate social responbilty. Sebagai pelaksana di lapangan menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi yang memiliki sumberdaya untuk merancang program dan menyediakan operator untuk pemberdayaan ini. Dan Lembaga Swadaya Masyarakat setempat. Mereka bisa dilibatkan dalam rangka menggairahkan partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam gerakan. Siapa mau jadi pioner untuk menjalankan program ini?

Penulis adalah Dosen Fakultas Psikologi UAD dan Penulis buku “Social Intelligence”

Teks Hasil Penyuntingan:

MENGEMBANGKAN KECERDASAN SOSIAL

Oleh Hadi Suyono

Kekerasan dalam rumah tangga. Tawuran antar kampung. Perkelahian antar pelajar dan mahasiswa. Bentrok antar kelompok politik, etnik, atau agama. (Ini belum kalimat. Masih berupa Subyek saja. Kalimat yang paling pendek terdiri atas Subyek dan Predikat. Karenanya, kalimat di atas harus dilengkapi predikat: sehingga berbunyi: Kekerasan dalam rumah tangga, tawuran antarkampung, perkelahian antarpelajar atau mahasiswa, bentrok antarke-lompok politik, etnik, atau agama makin sering menghiasi media.)

Serentetan peristiwa tersebut menjadi bukti, bahwa tindakan brutal sering dijadikan alternatif untuk memecahkan masalah. Seakan tidak ada upaya yang lebih manusiawi, santun, etik, ber-moral, dan berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan untuk menyelesaikan problem yang terjadi. – Sebaiknya dirangkai dengan kalimat ‘’penghubung’’: Mengapa kecenderungan seperti ini begitu marak? Salah satu variabel penyebab anak bangsa ini menggunakan cara anarkis guna menyelesaikan berbagai persoalan atau mencapai tujuan adalah tumpulnya kecerdasan sosial.

Sebaiknya dipaparkan mengapa kecerdasan itu tumpul? Baru dijelaskan kalau tumpul aki-batnya seperti apa dan karenanya perlu langkah untuk mengembangkan kecerdasan sosial.

Kecerdasan sosial yang tidak terasah pada individu memberi kontribusi pada perilaku anarkis karena individu yang kecerdasan sosial-nya rendah tidak akan mampu berbagi dengan orang lain. Ingin menang sendiri. Kalau dia gagal akan melakukan apa saja, asal tujuannya bisa tercapai. Tak peduli tindakannya merusak lingkungan. Tidak merasa yang dikerjakannya menginjak harkat dan martabat kemanusiaan. Sehingga diskripsi kepribadian seperti ini, berpotensi melakukan perilaku anarkis, ketika hasrat pribadinya tidak tercapai atau sedang menghadapi masalah dengan orang atau kelompok lain.

Betapa pentingnya peranan kecerdasan sosial untuk mencegah perilaku anarkis, maka perlu dicari solusi untuk mengembangkan kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial menjadi solusi efektif meredam anarkis, karena orang yang memiliki kecerdasan sosial tinggi, mempunyai seperangkat keterampilan psikologis untuk memecahkan masalah dengan santun dan damai.

Keterampilan psikologis itu berkaitan de-ngan kecakapan keterampilan sosial yang perlu dimiliki oleh seseorang. Seseorang yang dikategorikan mempunyai keterampilan sosial (samakah dengan kecerdasan sosial?) baik apabila pada diri individu –terdapat sejumlah sikap. Sikap tersebut adalah (antara lain) pertama, tumbuh social awareness (kesadaran situasional atau sosial). Maksud dari social awareness adalah kemampuan individu dalam mengobservasi, melihat, dan mengetahui suatu konteks situasi sosial, sehingga mampu menge-lola orang-orang atau peristiwa.

(kalimat baru, ganti alinea) Kedua, punya kemampuan charity. Yaitu kecakapan ide, efektivitas, dan pengaruh kuat dalam melakukan komunikasi dengan orang atau kelompok lain. Ketiga, berkembang empathy. Kemampuan individu melakukan hubungan dengan orang lain pada pada tingkat yang lebih personal. Dan keempat, terampil interaction style. Individu memiliki banyak skenario saat berhubungan dengan orang lain, luwes, dan adaptif memasuki situasi berbeda-beda.

(Dengan) Keterampilan sosial yang tertanam dalam diri dapat menjadi pijakan, apabila tujuannya mengalami hambatan atau menghadapi masalah dengan orang lain. Keterampilan tersebut juga bermanfaat, ketika keinginannya ada rintangan atau dirinya sedang punya masalah dengan orang atau kelompok lain. Dia akan mengobservasi, mengamati, dan mencari tahu berkaitan dengan problem yang sedang dihadapinya. Hasil dari pencariannya tersebut, dapat menjadi pondasi untuk menentukan langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah.

Setelah ditemukan strategi efektif untuk memecahkan masalah, lalu dikomunikasikan kepada orang lain dengan empati. Dari proses ini dapat terjalin hubungan interpersonal men-dalam yang bisa membuka sekat-sekat perbe-daan, membincangkan berbagai masalah dari hati ke hati, mencari jalan terbaik yang memberi kemaslahatan semua pihak, dan luwes menerap-kan pola yang sudah ditemukan untuk menyelesaikan masalah dengan disesuaikan pada situasi. Apabila upaya ini diterapkan, tentu akan dihasilkan (menghasilkan) kedamaian dan kesantunan dalam penyelesaian (menyelesaikan) setiap persolaan. (Bentuknya penyelesaian karena wujudnya kata benda bukan kata kerja: menyelesaikan)

Agar kecerdasan sosial (apakah sama dengan keterampilan sosial? Kok kembali memakai kata ini) menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah, perlu ada gerakan memahamkan, membudayakan, dan mengimplementasikan kecerdasan sosial di tengah-tengah komunitas masyarakat. Untuk mewujudkan gerakan tersebut, diperlukan (bukan memerlukan) sumbangsih dari berbagai elemen masyarakat.

Sebaiknya ada contoh LANGKAH KONKRET gerakan memahamkan, membudaya-kan dan mengimplementasikan kecerdasan sosial tersebut. Karena IDE BARU OPINI ada di sini!! Dua atau tiga alinea cukup. Baru kalimat selanjutnya bagaimana sinergi itu dibangun.

Sinergi dapat dibangun untuk membangun gerakan memasyarakatkan kecerdasan sosial. (Sinergi dapat dibangun untuk mengembangkan dan memasyarakatkan kecerdasan sosial.) Di antaranya melalui kerjasama antara dunia industri (usaha) dan perguruan tinggi. Dunia usaha saatnya peduli untuk berperan serta dalam community development.

Program CD ini bisa dilakukan (Perlu kepedulian dari pengusaha melalui community development—kalimat ini hilang) sebagai bagian dari corporate social responbilty. Sebagai pelaksana di lapangan bisa menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi yang memiliki sumberdaya untuk merancang program dan menyediakan operator (sumberdaya manusia) untuk program pemberdayaan ini.

Selain itu, bisa juga dirangkul (Dan) Lembaga Swadaya Masyarakat setempat. Mereka bisa dilibatkan dalam rangka menggairahkan partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam gerakan. Siapa mau jadi pioner untuk menjalankan program ini?

Penulis adalah Dosen Fakultas Psikologi UAD dan Penulis buku “Social Intelligence”

Oleh: Jabrohim | 28 Februari 2009

Strukturalisme Semiotik

Kuliah ke-7 Kajian Prosa Fiksi dan Drama

Strukturalisme Semiotik

Karya sastra merupakan struktur yang kompleks sehingga untuk memahami sebuah karya sastra diperlukan penganalisisan. Penganalisisan tersebut merupakan usaha secara sadar untuk menangkap dan memberi muatan makna kepada teks sastra yang memuat berbagai sistem tanda. Seperti yang dikemukakan oleh Saussure bahwa bahasa merupakan sebuah sistem tanda, dan sebagai suatu tanda bahasa mewakili sesuatu yang lain yang disebut makna (Nurgiyantoro, 2002: 39). Bahasa tak lain adalah media dalam karya sastra. Karena itu karya sastra merupakan sebuah struktur ketandaan yang bermakna (Kaswadi, 2006: 123). Tidak terkecuali pada teks sastra yang berbentuk puisi, maka untuk pemahaman makna pada puisi menggunakan kajian struktural yang tidak dapat dipisahkan dengann kajian semiotik yang mengkaji tanda-tanda. Hal ini sejalan dengan pendapat Pradopo (1987: 108) yang mengemukakan bahwa analisis struktural tidak dapat dipisahkan dengan analisis semiotik. Karena semiotik dan strukturalisme adalah prosedur formalisasi dan klasifikasi bersama-sama. Keduanya memahami keseluruhan kultur sebagai sistem komunikasi dan sistem tanda dan berupaya kearah penyingkapan aturan-aturan yang mengikat. Analisis tanda sebagai hasil proses-proses sosial menuju kepada sebuah pembongkaran struktur-struktur dalam yang mengemudikan setiap komunikasi (Stiegler, 2001). Hal ini menandakan bahwa sistem tanda dan konvensinya merupakan jalan dalam pembongkaran makna, tanpa memperhatikan sistem tanda maka struktur karya sastra tidak dapat dimengerti maknanya secara keseluruhan. Baca Selengkapnya..

Kategori