Oleh: Jabrohim | 10 Maret 2009

Kuliah Ke-6 Penyuntingan

Kuliah Ke-6: Penyuntingan

Teks Asli:

MENGEMBANGKAN KECERDASAN SOSIAL

Oleh Hadi Suyono

Kekerasan dalam rumah tangga. Tawuran antar kampung. Perkelahian antar pelajar dan mahasiswa. Bentrok antar kelompok politik, etnik, atau agama.

Serentetan peristiwa tersebut menjadi bukti, bahwa tindakan brutal sering dijadikan alternatif untuk memecahkan masalah. Seakan tidak ada upaya yang lebih manusiawi, santun, etik, ber-moral, dan berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan untuk menyelesaikan problem yang terjadi.

Salah satu variabel penyebab anak bangsa ini menggunakan cara anarkis guna menyelesaikan berbagai persoalan atau mencapai tujuan adalah tumpulnya kecerdasan sosial.

Kecerdasan sosial yang tidak terasah pada individu memberi kontribusi pada perilaku anarkis karena individu yang kecerdasan sosial-nya rendah tidak akan mampu berbagi dengan orang lain. Ingin menang sendiri. Kalau dia gagal akan melakukan apa saja, asal tujuannya bisa tercapai. Tak peduli tindakannya merusak lingkungan. Tidak merasa yang dikerjakannya menginjak harkat dan martabat kemanusiaan. Sehingga diskripsi kepribadian seperti ini, berpotensi melakukan perilaku anarkis, ketika hasrat pribadinya tidak tercapai atau sedang menghadapi masalah dengan orang atau kelompok lain.

Betapa pentingnya peranan kecerdasan sosial untuk mencegah perilaku anarkis, maka perlu dicari solusi untuk mengembangkan kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial menjadi solusi efektif meredam anarkis, karena orang yang memiliki kecerdasan sosial tinggi, mempunyai seperangkat keterampilan psikologis untuk memecahkan masalah dengan santun dan damai.

Keterampilan psikologis itu berkaitan de-ngan kecakapan keterampilan sosial yang perlu dimiliki oleh seseorang. Seseorang yang dikategorikan mempunyai keterampilan sosial baik apabila pada diri individu antara lain pertama, tumbuh social awareness (kesadaran situasional atau sosial). Maksud dari social awareness adalah kemampuan individu dalam mengobservasi, melihat, dan mengetahui suatu konteks situasi sosial, sehingga mampu menge-lola orang-orang atau peristiwa. Kedua, punya kemampuan charity. Yaitu kecakapan ide, efektivitas, dan pengaruh kuat dalam melakukan komunikasi dengan orang atau kelompok lain. Ketiga, berkembang empathy. Kemampuan individu melakukan hubungan dengan orang lain pada pada tingkat yang lebih personal. Dan keempat, terampil interaction style. Individu memiliki banyak skenario saat berhubungan dengan orang lain, luwes, dan adaptif memasuki situasi berbeda-beda.

Keterampilan sosial tertanam dalam diri dapat menjadi pijakan, apabila tujuannya mengalami hambatan atau menghadapi masalah dengan orang lain ketika keinginannya ada rintangan atau dirinya sedang punya masalah dengan orang atau kelompok lain. Dia akan mengobservasi, mengamati, dan mencari tahu berkaitan dengan problem yang sedang dihadapinya. Hasil dari pencariannya tersebut, dapat menjadi pondasi untuk menentukan langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah.

Setelah ditemukan strategi efektif untuk memecahkan masalah, lalu dikomunikasikan kepada orang lain dengan empati. Dari proses ini dapat terjalin hubungan interpersonal men-dalam yang bisa membuka sekat-sekat perbe-daan, membincangkan berbagai masalah dari hati ke hati, mencari jalan terbaik yang memberi kemaslahatan semua pihak, dan luwes menerap-kan pola yang sudah ditemukan untuk menyelesaikan masalah dengan disesuaikan pada situasi. Apabila upaya ini diterapkan, tentu akan dihasilkan kedamaian dan kesantunan dalam penyelesaian setiap persolaan.

Agar kecerdasan social menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah, perlu ada gerakan memahamkan, membudayakan, dan mengimplementasikan kecerdasan sosial di tengah-tengah komunitas masyarakat. Untuk mewujudkan gerakan tersebut, memerlukan sumbangsih dari berbagai elemen masyarakat.

Sinergi dapat dibangun untuk membangun gerakan memasyarakatkan kecerdasan sosial. Di antaranya melalui kerjasama antara dunia industri (usaha) dan perguruan tinggi. Dunia usaha saatnya peduli untuk berperan serta dalam community development.

Perlu kepedulian dari pengusaha melalui community development sebagai bagian dari corporate social responbilty. Sebagai pelaksana di lapangan menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi yang memiliki sumberdaya untuk merancang program dan menyediakan operator untuk pemberdayaan ini. Dan Lembaga Swadaya Masyarakat setempat. Mereka bisa dilibatkan dalam rangka menggairahkan partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam gerakan. Siapa mau jadi pioner untuk menjalankan program ini?

Penulis adalah Dosen Fakultas Psikologi UAD dan Penulis buku “Social Intelligence”

Teks Hasil Penyuntingan:

MENGEMBANGKAN KECERDASAN SOSIAL

Oleh Hadi Suyono

Kekerasan dalam rumah tangga. Tawuran antar kampung. Perkelahian antar pelajar dan mahasiswa. Bentrok antar kelompok politik, etnik, atau agama. (Ini belum kalimat. Masih berupa Subyek saja. Kalimat yang paling pendek terdiri atas Subyek dan Predikat. Karenanya, kalimat di atas harus dilengkapi predikat: sehingga berbunyi: Kekerasan dalam rumah tangga, tawuran antarkampung, perkelahian antarpelajar atau mahasiswa, bentrok antarke-lompok politik, etnik, atau agama makin sering menghiasi media.)

Serentetan peristiwa tersebut menjadi bukti, bahwa tindakan brutal sering dijadikan alternatif untuk memecahkan masalah. Seakan tidak ada upaya yang lebih manusiawi, santun, etik, ber-moral, dan berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan untuk menyelesaikan problem yang terjadi. – Sebaiknya dirangkai dengan kalimat ‘’penghubung’’: Mengapa kecenderungan seperti ini begitu marak? Salah satu variabel penyebab anak bangsa ini menggunakan cara anarkis guna menyelesaikan berbagai persoalan atau mencapai tujuan adalah tumpulnya kecerdasan sosial.

Sebaiknya dipaparkan mengapa kecerdasan itu tumpul? Baru dijelaskan kalau tumpul aki-batnya seperti apa dan karenanya perlu langkah untuk mengembangkan kecerdasan sosial.

Kecerdasan sosial yang tidak terasah pada individu memberi kontribusi pada perilaku anarkis karena individu yang kecerdasan sosial-nya rendah tidak akan mampu berbagi dengan orang lain. Ingin menang sendiri. Kalau dia gagal akan melakukan apa saja, asal tujuannya bisa tercapai. Tak peduli tindakannya merusak lingkungan. Tidak merasa yang dikerjakannya menginjak harkat dan martabat kemanusiaan. Sehingga diskripsi kepribadian seperti ini, berpotensi melakukan perilaku anarkis, ketika hasrat pribadinya tidak tercapai atau sedang menghadapi masalah dengan orang atau kelompok lain.

Betapa pentingnya peranan kecerdasan sosial untuk mencegah perilaku anarkis, maka perlu dicari solusi untuk mengembangkan kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial menjadi solusi efektif meredam anarkis, karena orang yang memiliki kecerdasan sosial tinggi, mempunyai seperangkat keterampilan psikologis untuk memecahkan masalah dengan santun dan damai.

Keterampilan psikologis itu berkaitan de-ngan kecakapan keterampilan sosial yang perlu dimiliki oleh seseorang. Seseorang yang dikategorikan mempunyai keterampilan sosial (samakah dengan kecerdasan sosial?) baik apabila pada diri individu –terdapat sejumlah sikap. Sikap tersebut adalah (antara lain) pertama, tumbuh social awareness (kesadaran situasional atau sosial). Maksud dari social awareness adalah kemampuan individu dalam mengobservasi, melihat, dan mengetahui suatu konteks situasi sosial, sehingga mampu menge-lola orang-orang atau peristiwa.

(kalimat baru, ganti alinea) Kedua, punya kemampuan charity. Yaitu kecakapan ide, efektivitas, dan pengaruh kuat dalam melakukan komunikasi dengan orang atau kelompok lain. Ketiga, berkembang empathy. Kemampuan individu melakukan hubungan dengan orang lain pada pada tingkat yang lebih personal. Dan keempat, terampil interaction style. Individu memiliki banyak skenario saat berhubungan dengan orang lain, luwes, dan adaptif memasuki situasi berbeda-beda.

(Dengan) Keterampilan sosial yang tertanam dalam diri dapat menjadi pijakan, apabila tujuannya mengalami hambatan atau menghadapi masalah dengan orang lain. Keterampilan tersebut juga bermanfaat, ketika keinginannya ada rintangan atau dirinya sedang punya masalah dengan orang atau kelompok lain. Dia akan mengobservasi, mengamati, dan mencari tahu berkaitan dengan problem yang sedang dihadapinya. Hasil dari pencariannya tersebut, dapat menjadi pondasi untuk menentukan langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah.

Setelah ditemukan strategi efektif untuk memecahkan masalah, lalu dikomunikasikan kepada orang lain dengan empati. Dari proses ini dapat terjalin hubungan interpersonal men-dalam yang bisa membuka sekat-sekat perbe-daan, membincangkan berbagai masalah dari hati ke hati, mencari jalan terbaik yang memberi kemaslahatan semua pihak, dan luwes menerap-kan pola yang sudah ditemukan untuk menyelesaikan masalah dengan disesuaikan pada situasi. Apabila upaya ini diterapkan, tentu akan dihasilkan (menghasilkan) kedamaian dan kesantunan dalam penyelesaian (menyelesaikan) setiap persolaan. (Bentuknya penyelesaian karena wujudnya kata benda bukan kata kerja: menyelesaikan)

Agar kecerdasan sosial (apakah sama dengan keterampilan sosial? Kok kembali memakai kata ini) menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah, perlu ada gerakan memahamkan, membudayakan, dan mengimplementasikan kecerdasan sosial di tengah-tengah komunitas masyarakat. Untuk mewujudkan gerakan tersebut, diperlukan (bukan memerlukan) sumbangsih dari berbagai elemen masyarakat.

Sebaiknya ada contoh LANGKAH KONKRET gerakan memahamkan, membudaya-kan dan mengimplementasikan kecerdasan sosial tersebut. Karena IDE BARU OPINI ada di sini!! Dua atau tiga alinea cukup. Baru kalimat selanjutnya bagaimana sinergi itu dibangun.

Sinergi dapat dibangun untuk membangun gerakan memasyarakatkan kecerdasan sosial. (Sinergi dapat dibangun untuk mengembangkan dan memasyarakatkan kecerdasan sosial.) Di antaranya melalui kerjasama antara dunia industri (usaha) dan perguruan tinggi. Dunia usaha saatnya peduli untuk berperan serta dalam community development.

Program CD ini bisa dilakukan (Perlu kepedulian dari pengusaha melalui community development—kalimat ini hilang) sebagai bagian dari corporate social responbilty. Sebagai pelaksana di lapangan bisa menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi yang memiliki sumberdaya untuk merancang program dan menyediakan operator (sumberdaya manusia) untuk program pemberdayaan ini.

Selain itu, bisa juga dirangkul (Dan) Lembaga Swadaya Masyarakat setempat. Mereka bisa dilibatkan dalam rangka menggairahkan partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam gerakan. Siapa mau jadi pioner untuk menjalankan program ini?

Penulis adalah Dosen Fakultas Psikologi UAD dan Penulis buku “Social Intelligence”


Tinggalkan komentar

Kategori